Langsung ke konten utama

Situs Cagar Budaya Lingga Yoni Nogopertolo di desa Tlogopakis, Petungkriyono, Pekalongan.

Foto Mukhammad Resnu Bachar.

 Untuk mengunjunginya kita harus mengisi buku tamu dan meminta izin kepada juru kunci bernama bapak Ribut. dinamakan juru kunci karena beliau lah pemegang kuncinya, memang area situs ini selalu terkunci sejak dibangunnya pagar tembok pada tahun 2007 yang diprakasai oleh kapolres Petungkriyono saat itu bernama bapak Dewa Bagus Made Suharsa dengan maksud untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. bapak Ribut sendiri adalah juru kunci generasi ke tiga, ditunjuk menjadi juru kunci pada tahun 1992 menggantikan pamannya bapak Hasim, dimana sebelumnya dijabat kakek bapak Ribut yaitu bapak Wahid.
selepas berbincang, akhirnya kami memulai perjalanan untuk menuju situs. butuh waktu sekitar 10 menit dengan jarak kurang lebih 450 meter dari ujung barat daya desa. perjalanan yang agak melelahkan menyusuri sawah, menyebrang sungai, terbayar sudah saat sampai di lokasi situs dengan pemandangan perbukitan juga persawahan yang menghampar.
Foto Mukhammad Resnu Bachar.

dapat identifikasi bahwa situs benarlah sebuah Lingga-Yoni yang sangat cantik. terdapat naga melingkari Yoni dengan ukiran yang masih nampak baik. adapun ciri fisik Yoni ini memiliki tinggi bersama badan naga yaitu 92 cm, lebar panjang Yoni 76x76 cm, ukuran Lingga yang nampak berukir mahkota dari bagian atas Yoni setinggi 50 cm. adapun dua benda yang mirip Lingga kecil di atasnya, mungkin saja dari tempat lain yang ditaruh di sini, tinggi dua "Lingga kecil" ini 21cm. adapun panjang cerat Yoni sekitar 40 cm.



dari laporan arkeologi tahun 1977 di bawah naga ada lapik berbentuk kura-kura, akan tetapi kami tidak menemukannya saat itu. mulut naga dibuat dengan mulut menganga lidah menjulur dengan empat gigi taring, memiliki tanduk, memakai hiasan berupa kundala (anting-anting), kelat pada bagian leher, bersisik bak daun simbar, dan bentuk serupa segitiga antefik pada badan naga. dari ke empat gigi taring naga nampak patah satu, pak ribut menceritakan bahwa itu dipatahkan oleh anak penggembala pada tahun lampau, yang konon langsung membuat si anak itu meninggal dunia.

posisi Lingga-Yoni menghadap ke barat, di lubang cerat terukir seperti sepasang sayap. terdapat pula 2 arca Ganesha besar dan kecil masing-masing memiliki tinggi 52 cm dan 36 cm dengan kondisi yang sangat aus, hanya dapat dikenali samar-samar dengan posisi duduk bersila (wirasana). dibawah situs terdapat susunan batu yang memiliki luasan 3,8 meter x 4,63 meter.




entah berkaitan atau tidak, di desa Tlogopakis pada tahun 1952 pernah ditemukan sebuah prasasti berbentuk genta bertarikh 827 Caka / 905 Masehi, adapun isi dan penjabarannya menurut Profesor Boechari adalah tentang bentuk persembahan Rakryan I Wungkaltihang bernama Pu Wirakrama kepada Bhatara Sang Lumah I Rban. adanya kata Rban/Rabwan diduga bahwa di situ ada tempat tinggi/ziarah/tempat suci. adapun kata Bhatara adalah merujuk pada seorang bijak yang telah meninggal lalu arwahnya dilungguhkan di suatu tempat pemujaan, Prof Boechari menduga bahwa sang bijak itu adalah Raja yang meninggal tidak lama dari genta itu dibuat, yaitu Raja Rakai Wungkalhumalang Dyah Jbang.
situs Lingga-Yoni Nogopertolo terletak di antara 2 sungai, 100 meter di sebelah selatan ada sungai Planangan, 500 meter di sebelah utara ada sungai Pakis. di kelilingi pula perbukitan dari sebelah barat bukit Pronggo, bukit Perbuta, bukit Beser, bukit Bajing, bukit Semego dan gunung Rogojembangan.mengenai filosofi penamaan sebagai Nogopertolo, bapak Ribut menceritakan bahwa kata Pertolo berasal dari kata "mentolo" artinya jelas/pasti, secara keseluruhan bermakna "bahwa itu benar-benar naga". pada zaman dahulu, Naga dipercaya sebagai penyangga bumi, hal itu termaktub dalam dunia pewayangan dikenal sebagai Naga Anantaboga.
menuju perjalanan pulang bapak Ribut menunjukan jarinya ke rimbunnya tanaman padi di luar areal situs, dia memberi tahu bahwa di sana ada semacam punden bernama Watu Bucu. rasa penasaran kami harus tertahan, setelah menerima kenyataan bahwa untuk menengok Watu Bucu tidak ada akses jalannya selain menginjak sawah orang. okelah kapan-kapan bila ada kesempatan pasti kami tengok, dari pada ada petani yang mengepalkan tangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di d

asal usul desa desa di Kajen

KAJEN_ Desa Nyamok_ Nama yang aneh, unik untuk sebuah desa. Sering dikira Nyamuk, padahal penulisan dan pengucapan yang benar adalah NYAMOK, menggunakan huruf “o”. Kenapa diberi nama Nyamok? ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut : Di wilayah Pekalongan bagian selatan ada Bupati bernama Luwuk. Beliau mencintai seorang gadis bernama Dewi Sekar Tanjung. Sang Bupati berkenan untuk melamar sang gadis, dalam perjalanannya Bupati Luwuk melihat hamparan semak-semak yang sangat luas. Dalam bahasa Jawa dikatakan’  nyamut-nyamut’,  setelah didekati ternyata di semak-semak tersebut banyak didapati pohon  “Keyam”  akhirnya tempat tersebut diberi nama “Nyamok”. Kajen_ Dahulu ada dua adipati yaitu :Adipati Wirokusumo bertempat tinggal di Penjarakan ( sekarang Domiyang, Paningggaran ) dan Adipati Wirodanu yang bertempat tinggal di Luwuk ( Pekiringanalit, Kajen ). Kedua hidup rukun meski hidup berjauhan. Dikisahkan, suatu ketika kedua adipati jalan-jalan ke de

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan pengertian arti kata   dari masing-masing  dukuh/dusu