Langsung ke konten utama

Bendungan Gembiro

                                                                               

                                     

merupakan bendungan yang cukup dikenal di wilayah Kabupaten Pekalongan adalah Bendung Gembiro. Bendungan ini terletak di Kali Sragi di antara Desa Krandon Kecamatan Kesesi dan Desa Bukur Kecamatan Bojong.

Penamaan bendungan terrsebut mengambil salah satu nama tempat terdekat bendungan yaitu Dusun Gembiro Desa Krandon. Luas seluruh kawasan bendungan ini 996 HA.
Bangunan ini dibangun pada waktu penjajahan Belanda tepatnya tahun 1930. Tahun 1974 bendungan ini direhab oleh Sub Proyek Pemali-Comal dari Prosida.

Lokasi sekitar bendungan ini biasa digunakan tempat nongkrong anak-muda. Pemandangan yang cukup indah dan tempat yang teduh menjadikan magnet tersendiri bagi anak muda untuk sekedar kongkow. Beberapa orang terlihat sedang memancing di sepanjang aliran kali di sekitar bendungan.

Setahun sekali bendungan dibuka yang biasa masyarakat sebut dengan tradisi Bedahan. Pada saat bendungan dibuka, warga banyak yang menyaksikan. Setelah air mulai surut, banyak ikan yang muncul di permukaan air. Warga telah siap menangkap dengan membawa jaring dan peralatan lainnya. Pesta ikan ini dilaksanakan pada setiap tanggal 1 Oktober atau 1 Nopember.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya di...

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan peng...

Sejarah Ponpes Ribatul Muta’allimin (Ribat) di Landungsari Pekalongan

Pondok Pesantren Ribatul Muta’allimin, Landungsari Pekalongan atau yang biasa juga disebut Pondok Grogolan, didirikan oleh almukarrom walmaghfur-lah K.H. Saelan pada tahun 1921 M. Beliau adalah putra dari kiai Muchsin bin Kiai Abdulloh ( Syaih Tholabuddin ) bin Kiai Chasan. Kiai Chasan ini adalah seorang kiai dari Kerajaan Mataram. Semasa muda, KH. Saelan mengaji dan menuntut ilmu kepada Kyai Maliki (Landungsari) dan Habib Hasyim (Pekalongan). Beliau juga nyantri kepada KH. Dimyati, Tremas, Pacitan dan Syaikhona KH.R. Cholil bin Abdul Latif atau biasa disebut Syeikh Cholil Bangkalan (Madura). Setelah berguru kepada kedua ulama besar tersebut, KH. Saelan kemudian mendirikan Pondok Pesantren di Desa Landungsari. Pada mulanya KH. Saelan mendirikan Pondok Pesantren dengan membangun sebuah surau (musholla) kecil yang sederhana dengan atap daun rumbia dan lantainya masih berupa tanah. Di surau itulah KH. Saelan mengajar santri-santrinya dengan sistem pengajian sorogan dan bandungan. Mul...