Langsung ke konten utama

Sejarah Penamaan Desa Desa di Wonotunggal, Batang _Bagian 1_


DESA BATIOMBO

Konon kabarnya yang membuka hutan Batiombo untuk dijadikan perkampungan adalah mbah Soleman. Namun mbah Soleman tidak sendirian, ia dibantu oleh mbah Runtah yang membuka hutan yang kemudian dijadikan desa Wonorejo. Selain membuka hutan untuk dijadikan perkampungan mbah Runtah juga membuat persawahan di  Glendeng dan Kali Asem. Juga ada den Usup yang membuka hutan untuk dijadikan desa Sempu. Ketika sedang membuka hutan den Usup menjumpai pohon asem yang ada empunya (penunggunya), maka hutan yang baru dibuka itu dinamakan Sempu. Karena berjasa dalam membuka hutan menjadi desa Sempu den Usup oleh penduduk diberi julukan Mbah Sempu. Selain membuka hutan untuk perkampungan den Usup juga membuat persawahan dan sungai Jamban sari yang mengalir dari Si Kuntung di desa Wonosegoro sampai Kluwak. Setelah meninggal dunia ketiga orang tadi dimakamkan di makam desa Batiombo yang terletak disebelah selatan desa Batiombo.
Pada waktu yang menjadi kepala desa Haji Sabuk didatangkan guru agama dari Mangkang untuk mengajar penduduk dalam soal agama Islam. Sehingga dalam waktu yang cukup lama banyak penduduk yang mengikuti soal agama Islam.
Dalam kisahnya diceritakan pada suatu waktu ada pangeran yang bernama Mbantu kuwat. Pangeran dari Solo itu mengadakan perjalanan adalah dalam rangka melakukan topo broto (laku prihatin). Sewaktu tiba di sebelah selatan desa Batiombo ia berhenti untuk istirahat dan melakukan sholat. Konon kesaktiannya batu yang digunakan untuk alas sholat tadi membekas telapak kaki, lutut, tangan, dahi dan mata. Dan sampai sekarang batu tersebut dapat dujumpai terletak di tepi sebuah sungai sebelah selatan desa Batiombo.


DESA SI LURAH

Konon kabarnya yang pertama-tama membuka hutan untuk dijadikan perkampungan adalah seorang yang bernama Ki Lurah. Oleh karerna itu daerah yang baru dibuka diberi nama Silurah, sebagai pertanda bahwa yang membuka hutan tersebut adalah Ki Lurah.
Setelah Silurah menjadi desa yang ramai, suatu hari desa dilanda pageblug, yaitu apabila ada orang yang sakit pagi sorenya meninggal dunia, demikian pula kalau sakit sore paginya meninggal dunia. Demikian pageblug terus melanda desa tanpa ada yang dapat menghentikannya, hingga suatu hari ada seorang yang bernama Ki Gonel dengan istrinya Ni Gonel yang dengan kesaktiannya dapat melenyapkan pageblug tadi. Sebagai tanda syukur telah berhasil melenyapkan pageblug, penduduk mengadakan syukuran dengan menyembelih seekor kambing kendit, dan kepalanya ditanam di suatu tempat yang bernama Larangan, sedangkan sebagai hiburannya didatangkan ronggeng dengan gamelan yang digunakan untuk mengiringnya yang berasal dari gunung Rogokusumo yang dapat dipinjam asal dengan memberi sesaji.
Adapun cerita yang terjadi pada penduduk bahwa di gunung Rogokusumo dapat dijumpai adanya emas sebesar kerbau. Karena saking besarnya mampu memberi pengaruh warna kuning bagi orang yang lewat disebelahnya.Itulah mengapa disebut dengan gunung Rogokusumo. Di desa Silurah juga dapat dijumpai adanya pertapaan, yaitu tempat orang-orang yang datang dari daerah manapun untuk bertapa di situ. Dan di tempat tersebut dapat dijumpai adanya tempat untuk membakar kemenyan. Sedangkan gamelan yang bisa dipinjam oleh penduduk bila mengadakan hajat sudah tidak ada lagi, yang ada hanya masih tempat gantungan gongnya saja. Karena pada jaman dahulu tiap penduduk yang meminjam ada yang mengembalikannya terlambat tidak sesuai dengan perjanjian, juga kalau ada yang meminjam tidak merawat sehingga menjadi kotor. Sehingga oleh pemilik perangkat gamelan hal itu tidak menjadi berkenan dan gamelan tidak bisa keluar lagi.


DESA SODONG

Ki Ajar Pendek yang berada di Silurah orangnya berangasan, senang membuat onar (senang adu kasekten). Pada suatu saat Pangeran Kajoran yang asal mulanya dari Wonobodro karena ingin menyebarkan agama Islam mereka mengembara mencari daerah yang memungkinkan untuk mendirikan masjid, sampailah di desa Tombo karena sesuatu hal ide pendirian Masjid di Tombo gagal, dan tempat tersebut dinamakan “Ngelo” dan barang siapa lewat di tempat situ pedagang atau pejabat atau bencoleng akan mengalami kehancuran.
Pangeran Kajoran merantau lagi sampai di suatu tempat yang masih hutan belantara dan banyak dihuni babi hutan sedangkan sarang babi hutan namanya “SODONG”.
Di sinilah Pangeran Kajoran ingin mendirikan masjid, adapun persiapan pembuatan masjid, batur lokasinya yaitu depan SD Sodong 01. sekarang bambu yang untuk buat usuk/rangken itu direndang di Paguyangan dan ada yang hanyut sampai di hutan dan tumbuh di situ, hutan tersebut namanya hutan Larangan (kalau mengambil bambu dari situ untuk membuat bangunan maka tidak akan jadi).
Paguyangan tersebut yang membuat adalah Den Bagus Karang/Ki Carang Aking yaitu seorang pengembala kerbau yang berasal dari daerah Blado dan setiap saat orang mengguyang kerbau/memandikan kerbau di situ kerbaunya senang berkelahi dengan batu di tengah guyangan tersebut maka batu itu namanya “Watu Palem”. Den Bagus Karang, karena masih jaman peperangan dia dibutuhkan ke daerah Plelen (Grinsing) dan di Sodong meninggalkan tempat ibadah dekat Peguyangan. Dan setiap bulan Sapar hari Rabu Kliwon sampai sekarang masih ada.
Pangeran Kajoran akan membuat masjid di Sodong tidak jadi karena ketahuan perawan Sunti (perawan yang tidak punya suami) maka sampai sekarang kalau ada perawan yang kasep banyak yang minta petunjuk dengan mbah Tasmi sehingga akan banyak segera mendapat jodoh (banyak yang datang dari daerah yang lain).
Pembuatan masjid juga dibatalkan karena permusuhan antara Ki Ajar Pendek dengan Pangeran Kajoran. Karena keduanya juga orang sakti maka saling mengeluarkan kesaktiannya yaitu Ki Ajar Pendek mengeluarkan hujan cacing maka pangeran Kajoran mengeluarkan hujan itik, dan Ki Ajar mengeluarkan hujan api maka Pangeran Kajoran mengeluarkan hujan angin yang sekarang namanya si angin-angin dan apabila orang (pejabat, orang yang murka) lewat di situ maka akan segera hancur kedudukannya. Pembuatan masjid dilanjutkan dan “SODONG” hanya untuk “NONOB” atau istirahat atau ngaso dan ngandhong (Ngasodong) menjadi SODONG.
Pengikut Pangeran Kajoran yang namanya Kyai Ageng Asmo (Syeh Baitul Iman) yang meninggalkan Candhen/makom yang berwujud Batu Lima cacahnya yang orang sodong mengatakan batu itu sebagai tanda :
1.      Hitungan pasaran           : Kliwon, Manis, Pahing, Puasa dan Haji.
2.      Rukun Islam                    : Sahadat, Sholat, Zakat, Puasa dan Haji.
3.       Pancasila                       : Berketuhanan, Berkeprimanusiaan, Bersatu Bermusyawarah,      berkerakyatan, Mempunyai rasa keadilan sosial.
Maka orang sodong selalu melewati rasa kegotong royongannya untuk mencapai sukses bersama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di d

asal usul desa desa di Kajen

KAJEN_ Desa Nyamok_ Nama yang aneh, unik untuk sebuah desa. Sering dikira Nyamuk, padahal penulisan dan pengucapan yang benar adalah NYAMOK, menggunakan huruf “o”. Kenapa diberi nama Nyamok? ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut : Di wilayah Pekalongan bagian selatan ada Bupati bernama Luwuk. Beliau mencintai seorang gadis bernama Dewi Sekar Tanjung. Sang Bupati berkenan untuk melamar sang gadis, dalam perjalanannya Bupati Luwuk melihat hamparan semak-semak yang sangat luas. Dalam bahasa Jawa dikatakan’  nyamut-nyamut’,  setelah didekati ternyata di semak-semak tersebut banyak didapati pohon  “Keyam”  akhirnya tempat tersebut diberi nama “Nyamok”. Kajen_ Dahulu ada dua adipati yaitu :Adipati Wirokusumo bertempat tinggal di Penjarakan ( sekarang Domiyang, Paningggaran ) dan Adipati Wirodanu yang bertempat tinggal di Luwuk ( Pekiringanalit, Kajen ). Kedua hidup rukun meski hidup berjauhan. Dikisahkan, suatu ketika kedua adipati jalan-jalan ke de

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan pengertian arti kata   dari masing-masing  dukuh/dusu