Periode tahun 1850-1860 kegiatan membatik di Pekalongan sudah ada. Motif batik Pekalongan pun mengalami metamorfosa, dipengaruhi oleh datangnya bangsa asing, yaitu China dan Belanda. Para pelaku batik tidak hanya kaum pribumi, tapi juga para pengusaha china dan para istri orang Belanda. Pada masa itu kain batikpun kian dilirik, semakin meluas peminatnya, dan menjadi usaha yang menarik untuk diandalkan dalam perekonomian. Rentang periode sepuluh tahun (1850-1860) produksi batik terus berkembang di Pekalongan. Melihat perkembangan batik pada waktu itu, membuat orang-orang China yang berjiwa wiraswata dengan cepat menangkap peluang, melakukan berbagai inovasi, dan banyak yang berkecimpung di dunia pembatikan.
Memasuki periode pasca tahun 1910 produksi batik yang dihasilkan orang-orang china (china peranakan) memenuhi pasar. Kecermatan dan kehalusan dalam membuat batik, banyak diakui jauh lebih baik dari batik buatan orang-orang Belanda. Batik buatan orang china menggunakan motif dari mitos budaya china seperti, burung Phoenix (Hong), kura-kura, dewa-dewi, yang sebagian besar motif itu diambil dari ragam hias pada ornamen keramik china. Motif — motif itupun digabung dengan hiasan buket yang khas belanda. ntuk menandai kualitasnya, jika batik buatan orang Belanda kebanyakan ditandatangani oleh perempuan, batik pengusaha china tanda tangannya kaum pria.
Produksi batik yang dihasilkan China peranakan itupun cukup dikenal di kalangan luas, bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga menembus pasar luar negeri. Dekade tahun 1920, salah seorang perajin batik Oei Soe Tjun yang tinggal di Kedungwuni, menjadi salah satu pelopor pembuatan batik halus dengan cara tradisional yang dikenal dengan Batik Encim. Batik hasil karyanya saat itu cukup kesohor sehingga ia dikenal di seantero pulau Jawa sebagai pengusaha dan perajin batik Pekalongan. Terjunnya Oei Soe Tjun tidak terlepas dari keluarga pendahulunya, Oei Kiem Boen, sebagai pengusaha batik dengan teknik cap di Kedungwuni.
Oei Soe Tjoen sama sekali tidak mengikuti aliran ayahnya yang menggunakan batik dengan teknik cap, melainkan memakai cara tradisional, yaitu batik tulis dengan canting halus. Kala itu hasil karyanya menjadi fenomenal. Kain batik yang dibuat dengan biaya 5 gulden berhasil dijual dengan harga 22 gulden. Tingginya harga jual pasaran tidak terlepas dari mutu yang dihasilkan. Di sini Oei Soe Tjoen menunjukan integritasnya, sehingga order yang diperoleh tidak hanya melayani pesanan dari kalangan keturunan China saja, namun telah meluas baik dari kalangan Belanda, maupun pribumi kelas atas.
Batik Encim, yang dikenal dengan tatawarna khas Cina, dan sering mengingatkan pada benda-benda porselin Cina. Batik encim Pekalongan tampaknya condong pada tata warna porselin famille rose, famille verte dan sebagainya. Ragam hiasnya bisa digolongkan atas tiga jenis ragam hias :
Batik Encim, yang dikenal dengan tatawarna khas Cina, dan sering mengingatkan pada benda-benda porselin Cina. Batik encim Pekalongan tampaknya condong pada tata warna porselin famille rose, famille verte dan sebagainya. Ragam hiasnya bisa digolongkan atas tiga jenis ragam hias :
1. Ragam hias buketan, yang biasa memiliki tata warna famille rose, famille verte dan sebagainya.
2. Ragam hias simbolis kebudayaan cina, dengan motif seperti burung hong ( kebahagiaan ), naga ( kesiagaan ), banji ( kehidupan abadi ), kilin ( kekuasaan ), kupu-kupu dan beberapa lagi.
3. Ragam hias yang bercorak lukisan, seperti arakan pengantin Cina. Ada pula ragam hias yang diilhami cerita / dongengan berasal dari kebudayaan Cina. Batik Sam Pek Eng Tay misalnya secara simbolis menggambarkan sepasang kupu-kupu, yang mengisahkan cinta antara dua orang kekasih yang berlainan status, dan cinta mereka yang murni ini ditentang oleh kedua orang tua masing-masing. Kedua kekasih ini akhirnya menempuh jalan untuk mati bersama dan memohon untuk dikuburkan dalam satu liang kubur. Setelah mereka dikuburkan bersama, mereka menjelma menjadi kupu-kupu dan terbang bercumbu-cumbuan dengan penuh kasih saying. Itulah sebabnya pada batik encim ini terlukis sepasang kupu-kupu yang merupakan lambing pernikahan yang bahagia dalam kebudayan Cina.
Kadang-kadang kita menemukan ragam hias parang, kawung, sawat, atau lar yang menunjukan adanya pengaruh dari daerah Solo – Yogya. Pengaruh ini dapat dijumpai pada batik encim, antara lain pada cempaka mulya yang merupakan kain batik untuk pengantin Cina-dapat dilihat berbagai ragam hias parang sebagai latar. Yang sangat menarik dan merupakan kekhasan pula adalah ragam hias tanahan (latar) batik encim dari daerah Pekalongan yang dinamakan Semarangan. Yang termasuk ragam hias Semarangan antara lain kembang cengkeh, grindilan, dan semacamnya.
refrensi ; http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/01/liem-poo-hien-penjaga-tradisi-batik-encim-di-kedungwuni-454230.html
Komentar
Posting Komentar