Langsung ke konten utama

desa kemplong, kenapa bisa?



     DESA KEMPLONG, KENAPA BISA?

            
Sebuah pertanyaan yang menarik, karena batik sebenarnya telah menjadi produk unggulan Pekalongan baik dari Kota Pekalongan maupun Kabupaten Pekalongan, tetapi mengapa Kemplong yang akan diusung sebagai masterpiece kampung batik Pekalongan? Melalui penelaahan data dari Bagian Perekonomian dan survey di Desa Kemplong, mari kita simak penelusurannya secara bersambung.
ANTARA SEJARAH DAN FAKTAMeski belum dapat dibuktikan melalui dokumentasi sejarah tertulis yang menyatakan bahwa di desa Kemplong Kecamatan Wiradesa merupakan cikal bakal batik pesisiran di wilayah Kabupaten Pekalongan, tetapi dari cerita para pendahulu dan keterangan beberapa tokoh masyarakat / tokoh pengusaha batik di Kemplong Wiradesa (= sejarah lisan) , dapat diyakinkan bahwa asal mula desa "kemplog" diambil dari kata "ngemplongi" yang bermakna "tindakan seorang pembatik memukul-mukulkan kain batik atau tindakan memukuli kain batik agar hasilnya menjadi lebih halus. Secara etimologis nama Kemplong berasal dari kata “ngemplong (seterika, kalender). Kain mori yang telah dikanji perlu dihaluskan atau diratakan permukaannya dengan dikemplong. Ngemplong adalah meratakan kain dengan jalan kain dipukul berulang-ulang, caranya adalah demikian : Kain yang sudah dikanji dan kering, beberapa lembar kain (sekitar 10 lembar) digulung kemudian diletakkan diatas kayu yang rata permukaannya, gulungan kain itu diikat dengan landasan kayu agar tidak lepas, kemudian kain tersebut dipukuli dengan pemukul dari kayu (ganden). Setelah kain jadi rata, gulungan dibuka dan kain-kain satu persatu dilipat untuk disimpan atau langsung dibatik. Karena meratakan kain-kain tersebut dilakukan keadaan dingin tidak seperti disetrika panas, maka kanji pada mori mudah dihilangkan dengan pencucian, pewarnaan tidak terganggu oleh adanya kanji pada kain batik pada proses persiapan pembatikan.
Secara faktual daerah sekitar Desa kemplong merupakan kawasan yang sejak dahulu kala merupakan sentra atau pusat pembatikan, yang terus dilestarikan secara turun-temurun oleh masyarakatnya. Hal ini konon berdasarkan pengalaman dari pengrajin batik daerah Kemplong mempunyai kandungan air tanah yang cocok dengan zat pewarna batik yang secara teknis membuat warna sangat cemerlang, terang dan dengan komposisi yang relatif rendah. Dibandingkan daerah lainnya Desa Kemplong dan sekitarnya mempunyai keunggulan komparatif bahwa  kandungan air tanah sesuai dengan prosesing zat pewarna batik. Sehingga daerah Kemplong dan sekitarnya berkembang pengrajin yang cukup potensial.
Adapun secara akademik belum diketahui secara pasti unsur-unsur mineral apa yang terkandung di air tanah tersebut sehingga membuat warna batik lebih baik, cemerlang, terang dan lebih efisien, hal ini merupakan tugas kalangan akademik atau pemerhati/peneliti batik dari Musium Batik Pekalongan.
PROFIL DESA KEMPLONG DAN SEKITARNYA
                                        
KEWILAYAHAN DAN PENDUDUK
Desa Kemplong  Kecamatan Wiradesa,  terletak kurang lebih 50 meter dari jalan utama pantura Kecamatan Wiradesa, dengan luas wilayah 43,947 Ha.  Letak desa Kemplong sangat strategis karena berada pada posisi perempatan  antara Kota Wiradesa Kajen dengan Kota Pemalang – Wiradesa – Pekalongan.

Jumlah penduduk sebanyak  2.649 jiwa dan  masyarakatnya hampir 60 % sebagai pengrajin batik, baik sebagai buruh pembatik maupun pengrajin yang juga pedagang batik, 25 % sebagai  pedagang makanan kecil / jajanan tradional (jajanan pasar) atau wirausaha lain,  15 %  yang  lain buruh ( baik swasta / PNS ) dan buruh tani atau petani garapan.

Dari segi kewilayahan dan penduduknya inilah Desa Kemplong tumbuh sebagai sentra pembatikan yang sangat sangat strategis, karena berada pada posisi jalan raya Jakarta – Surabaya. Jalur ini memberi peluang yang besar terhadap pemasaran produk batik terutama akses yang luas dari para pengguna jalan raya di lintas pantura.
PENDEKATAN SOSIAL BUDAYADalam kehidupan sehari-hari, mata pencaharian penduduk Desa Kemplong adalah sebagai pengusaha - pengrajin, buruh, penggarap borongan batik, maka kegiatan diluar sosial budaya (batik sebagai handicraft) sulit untuk ditinggalkan oleh masyarakat daerah desa Kemplong.
Kultur masyarakatnya sebagaian besar bekerja pada usaha batik yang  dilakukan sebagai kegiatan home industri, merupakan suatu kultur yang  khas jika dibandingkan dengan daerah – daerah lain di Kabupaten Pekalongan. Kultur masyarakat Desa Kemplong dan sekitarnya tersebut  sangat relevan dengan pendirian Kampung Batik.

Keberadaan masyarakat pembatik sudah terbentuk lama di Desa Kemplong, Kepatihan, Kauman dan beberapa desa pendukung disekitarnya seperti Desa Werdi, Semut, Bebel, Gumawang dan Waru. Jumlah pengusaha batik di sekitar Desa Kemplong saat ini sebanyak 33  Pengrajin Besar dengan karyawan sebanyak 300 – 500 tenaga kerja bahkan ada satu pengrajin besar yang mempunyai karyawan sampai 1.500, sedangkan di Desa Kepatihan terdapat 11 Pengrajin besar dengan jumlah karyawan rata – rata setiap pengrajin sebanyak 150 – 200 tenaga kerja, Desa Kauman 16 Pengrajin besar dengan jumlah karyawan antara 150 – 200 tenaga kerja.
                                              
PENDEKATAN SOSIAL EKONOMIDengan mengerti gambaran sekilas Desa Kemplong dan sekitarnya sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka dalam kerangka prospek ekonomi menjadikan Desa Kemplong dan sekitarnya sebagai calon Kampung Batik,akan mendapatkan berbagai keunggulan potensial diantaranya yakni : 1). letak home industri dari pengrajin sebagain besar di tepi jalan raya Jakarta – Surabaya sehingga mudah dijangkau oleh kendaraan roda empat; 2). Produk / karya batik yang dihasilkan dari pembatik di desa Kemplong terkenal dengan karya batik tulis yang halus, sehingga telah menjadi tujuan para penggemar batik; 3).

Pengusaha  besar serta pengrajin “buruh mbabar” jumlahnya cukup banyak yang tersebar di setiap desa yang ada di Kecamatan Wiradesa dan kebanyakan merupakan penyangga industri batik Kemplong dengan berbagai macam produk dan keahlian serta ciri khas yang berlainan, sehingga para pengunjung yang dapat memesan batik dengan motif yang berbeda.
PENDEKATAN TEKNISDitinjau dari aspek teknis bahwa keberadaan Kampung Batik secara fisik tidak akan mengganggu ekologis, karena sesungguhnya desa Kemplong yang sedang diusulkan untuk "disahkan" atau "dinobatkan"  menjadi ’Kampung Batik’ substansinya adalah perkampungan yang penduduknya melakukan aktivitas secara ekonomi dibidang pembatikan dan kegiatannya sudah berlangsung sejak nenek moyangnya menemukan batik sebagai hasil budidaya karya seni yang mempunyai nilai ekonomi lebih baik (value added). 

Dari sisi teknis desain Kampung Batik memang memerlukan sentuhan pembangunan infrastruktur untuk kelengkapan penataan sarana dan prasaranan yang dibutuhkan. Kebutuhan pasar kedepan khususnya yang terkait dengan pasar luar negeri harus didesain sebuah produk batik yang dihasilkan dalam proses produksi yang ramah lingkungan. Oleh karenannya secara komprehensif kebutuhan pembangunan infrastruktur  perlu memiliki desain perencanaan fisik.

Teknologi pembatikan yang dimiliki Kemplong secara teknis memiliki kemampuan pewarnaan batik secara alami yang ramah lingkungan, karena semua sumber pewarnaan batik diambil dari alam baik berupa dari unsur tumbuh-tumbuhan (daun-daunan, kayu, biji-bijian) dipadu dengan batu-batuan alam. Di Kemplong ini pula kegiatan pembatikan lebih fokus pada pembatikan tulis dan cap, yang secara teknis menghasilkan limbah cair lebih sedikit dibanding dengan industri batik sablon atau cucian (wash) kain.
Lalu bagaiamana konsep design "kampung batik" akan dibawa dan apa tujuannya? Silakan simak ulasannya pada artikel mendatang.(Eka"iep"-Kapeditel).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di d

asal usul desa desa di Kajen

KAJEN_ Desa Nyamok_ Nama yang aneh, unik untuk sebuah desa. Sering dikira Nyamuk, padahal penulisan dan pengucapan yang benar adalah NYAMOK, menggunakan huruf “o”. Kenapa diberi nama Nyamok? ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut : Di wilayah Pekalongan bagian selatan ada Bupati bernama Luwuk. Beliau mencintai seorang gadis bernama Dewi Sekar Tanjung. Sang Bupati berkenan untuk melamar sang gadis, dalam perjalanannya Bupati Luwuk melihat hamparan semak-semak yang sangat luas. Dalam bahasa Jawa dikatakan’  nyamut-nyamut’,  setelah didekati ternyata di semak-semak tersebut banyak didapati pohon  “Keyam”  akhirnya tempat tersebut diberi nama “Nyamok”. Kajen_ Dahulu ada dua adipati yaitu :Adipati Wirokusumo bertempat tinggal di Penjarakan ( sekarang Domiyang, Paningggaran ) dan Adipati Wirodanu yang bertempat tinggal di Luwuk ( Pekiringanalit, Kajen ). Kedua hidup rukun meski hidup berjauhan. Dikisahkan, suatu ketika kedua adipati jalan-jalan ke de

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan pengertian arti kata   dari masing-masing  dukuh/dusu