Langsung ke konten utama

Sejarah Desa Bligorejo

                     Sejarah Berdirinya Desa Bligorejo
Jauh sebelum Indonesia merdeka tepatnya sebelum tahun 1923 wilayah yang sekarang dikenal sebagai Desa Bligorejo dahulu adalah wilayah yang masih jarang penduduknya dan banyak lahan tanah yang masih semak belukar. Masing-masing wilayah pedukuhan, rumah yang satu dengan tetangga yang lain masih jauh. Menginjak pertengahan tahun 1923 sampai dengan tahun 1938 Desa Bligorejo dipimpin oleh seorang bernama Da’an. Pada tahun 1925 dibangun Gedung SD Negeri I Bligorejo (yang dulunya SR) hanya 3 lokal, kelas I sanpai kelas III, yang bersekolah berasal dari beberapa desa antara lain Desa Bligorejo, Kalimojosari, Kedungkebo dan Karangdadap. Kegiatan perekonomian masyarakat setempat sebagian besar adalah petani dan diantara mereka ada beberapa yang menjadi pedagang, membeli hasil pertanian dan kebun mereka. Biasanya para penduduk juga memelihara hewan ternak berupa kerbau, kambing dan unggas. Namun demikian taraf hidup masyarakat masih sangat rendah.

Masa kepemimpinan pada saat itu berlaku seumur hidup, oleh karena itu pergantian pemimpin dilakukan setelah Kepala Desa/Luah meninggal dunia. Setelah Kepala Desa/Lurah Da’an meninggal dunia tepatnya tahun 1939 dilakukan pemilihan. Atas pertimbangan para sesepuh desa dan para pemuka masyarakat maka dilaksanakan pemilihan Kepala Desa/Lurah dan yang menjadi kesepakatan waktu itu cara pemilihannya diadakan secara “ dodokan “ yaitu warga memilih dengan cara jongkok (ndodok) dibelakang calon kepala desa/lurah sesuai pilihannya. Yang terpilih waktu itu adalah Bapak Warmad sebagai Kepala Desa/Lurah baru yang memimpin Desa Bligorejo. Sistem pemilihan lurah secara dodokan ternyata berakibat sangat fatal karena antara pemilih yang satu dengan yang lain terjadi pemisahan kelompok pemilih secara nyata sehingga setelah proses pemilihan selesai selalu terjadi kerusuhan antar warga bahkan sampai terjadi aksi brutal warga yang antara lain sampai terjadinya aksi bakar-membakar rumah antar kelompok pemilih.

Dalam masa pemerintahan Lurah Warmad pada tahun 1939 sampai dengan tahun 1945 yaitu pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Kehidupan perekonomian masyarakat Desa Bligorejo masih memprihatinkan, banyak warga penduduk yang terserang wabah penyakit kudis, gudik, kutu jepang, beri-beri dan busung lapar, karena tentara Jepang menerapkan sistem kerja paksa (Kerja Romusa) pada masyarakat Bligorejo untuk kepentingannya. Kerja paksa itu berlangsung selama bertahun-tahun bahkan sampai terjadinya peristiwa Nagasaki dan Hirosima dibom oleh Sekutu yaitu tahun 1945.

Pada tahun 1946 diadakan pemilihan lurah namun tidak menggunakan sistem dodokan karena dikhawatirkan menimbulkan aksi brutal warga. Lalu kesepakatan antara para pemuka desa dan masyarakat yaitu dalam melaksanakan pemilihan lurah menggunakan sistem ” Bitingan ” (Biting = lidi) bahwa calon lurah yang akan dipilih menggunakan lidi diberi tanda warna yang berbeda satu dengan lainnya sebagai simbol dari masing-masing calon dan yang terpilih adalah Bapak Samukmin dan dia menjabat Lurah hanya 3 tahun sampai dengan tahun 1948. Dalam masa pemerintahannya belum bisa merubah kehidupan perekonomian penduduk Desa Bligorejo karena situasi keamanan belum stabil dan terjadi peristiwa besar yang berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat Bligorejo antara lain, meletusnya PKI di Madiun.

Setelah meninggal Lurah Samukmin, Desa Bligorejo dipimpin oleh Bapak Sobari tahun 1949 sampai dengan 1951.keamanan menjadi kendala bagi warga masyarakat untuk menjalankan roda perokonomiannya. Pada saat itu hukum yang berlaku masih hukum rimba (yang kuat yang berkuasa) banyak garong, maling dan warga yang lemah menjadi sasarannya. Lurah Sobari berakhir karena meninggal dunia.

Pada tahun 1952 sampai dengan 1953 adalah masa kepemimpinan Lurah Makpul. Pada saat itu jabatan lurah karena terjadi kekosongan kepemimpinan, belum diadakan pemilihan lurah. Masyarakat masih enggan untuk mencalonkan diri sebagai lurah karena beranggapan bahwa lurah Sobari meninggal dunia karena disantet.

Setahun kemudian tepatnya pada tahun 1954, Desa Bligorejo menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa (Lurah) yang diikuti oleh 7 orang peserta Calon Kepala Desa (lurah) yaitu Bapak Marjen, Waryo Wardoyo, Tarmidi, Wartam, Ahmad Djaelani,Makpul dan Kartono.Dari hasil pemilihan tersebut yang mendapatkan terbanyak adalah Bapak Tarmidi maka dilantiknya Bapak Tarmidi menjadi Kepala Desa Bligorejo. Seminggu kemudian Kepala Desa Mengadakan pertemuan dengan aparat pemerintah yang ada, untuk merencanakan program kerja. Program pembangunan yang didahulukan pada saat itu adalah pembangunan gedung sarana pemerintahan, mengingat sebelumnya Kepala Desa dalam menjalankan roda pemerintahannya dilakukan di rumah Kepala Desa. Untuk melaksanakan program tersebut di atas,Kepala Desa membentuk Lembaga Sosial Desa (LSD). Lembaga Sosial Desa mengadakan selapanan Desa yang dihadiri oleh Kepala Desa dan Perangkatnya, Tokoh agama,Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, untuk mensosialisasikan program pembangunan yang akan dilaksanakan yaitu Pembangunan Gedung Kantor dan Balai Desa Bligorejo. Dalam Rapat menghasilkan kesepakatan sebagai berikut :
  • Pembangunan Gedung Kantor dan Balai Desa
  • Iuran Swadaya Masyarakat
Kondisi perumahan penduduk pada waktu itu juga masih banyak yang kurang memenuhi syarat/tidak layak huni yaitu lantai masih tanah, dinding dari anyaman bambu tanpa jendela serta atap dari anyaman daun bulung (welitan). Walaupun kondisi masyarakat masih demikian, semangat membangunnya tinggi, pada akhirnya masyarakat berantusias mengeluarkan swadaya berbentuk uang, material dan tenaga gotong royong demi terlaksananya pembangunan tersebut, tepatnya pada tahun 1956 Gedung Kantor dan Balai Desa Bligorejo selesai dibangun. Setahun kemudian mendapat Dana bantuan dari Pemerintah untuk pembangunan SDN Bligorejo I (3 Lokal). Dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan agar masyarakat yang jauh mau besekolah maka dibangun SDN Bligorejo II yang bertempat di Dukuh Ploso pada tahun 1969 hanya 3 lokal yaitu Kelas 1sampai dengan kelas 3, untuk jenjang pendidikan selanjutnya ke SDN Bligorejo I. Kondisi ekonomi masyarakat mulai meningkat, rumah penduduk mulai dibangun dengan memakai pondasi batu dan berdinding tembok walaupun masih banyak dindingnya dari anyaman bambu. Program KB pun mulai masuk di Desa Bligorejo, sebagian besar masyarakat menyambut dengan baik untuk mengatur jarak kelahiran menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

Tahun 1982 Desa Bligorejo mendapat bantuan Dana INPRES untuk pembangunan SDN Bligorejo III 3 lokal,terletak di selatan SDN Bligorejo I. Untuk menunjang peningkatan hasil pertanian, Bendungan yang dibangun antara lain bendungan Sielo, bendungan Asem dan bendungan Nogosari yang menggunakan Gronjong (batu gronjong). Juga ada pemugaran rumah 10 unit masing-masing menerima @ 100.000 rupiah Bapak Tarmidi memimpin Desa Bligorejo selama 35 tahun dan dengan berakhirnya masa jabatannya, Balai dan Kantor Desa dibongkar, mengingat bangunan tersebut terletak di tanah milik (milik Bapak Tarmidi).Pada tahun 1989 dilaksanakan Pemilihan Kepala Desa dengan calon 2 orang yaitu, Bapak Karlani dan Bapak Odang Khaerudin. Yang berhasil memperoleh suara terbanyak/menjadi Kepala Desa adalah Bapak Karlani.

Program tahun 1990 pembangunan Balai Desa dan tahun 1992 dibangun Kantor Desa yang terletak di tanah desa. program KB dan posyandu, pembangunan Jembatan Beton, pembangunan permanen bendungan Sielo dan pembangunan/pengaspalan jalan Desa (Bligo-Ploso). Tahun 1998 ada bantuan raskin dari pemerintah yang sasarannya untuk masyarakat miskin yang per KK menerima 20 kg tapi di praktek di desa itu menimbulkan kecemburuan warga yang tidak menerima bahkan sampai ke pemerintahan desa dianggap tidak adil sehingga kebijakan dari pemerintah desa membagi rata beras itu kepada seluruh warga masyarakat padahal bagi keluarga mampu tidak membutuhkannya. Masa jabatan Kepala Desa Bapak Karlani selama 10 tahun yang berakhir pertengahan tahun 1999.

Tahun 1999 diadakan pemilihan kepala desa baru dengan dua calon yaitu nomor 1 dengan simbol padi Bapak Wasari dan nomor 2 dengan simbol ketela Bapak Solikhin yang dimenangkan oleh Bapak Wasari. Ada beberapa penonjolan pembangunan dalam masa jabatannnya antara lain pembuatan lapangan sepak bola pada masa awal jabatannya sebagai bukti dari programnya saat mencalonkan diri dalam pemilihan kepala desa, pada tahun 2000 mendapat bantuan dari pemerintah untuk kelompok tani berupa uang sebesar Rp. 70 juta digunakan untuk membeli traktor, pupuk, obat-obatan pertanian dan perawatan bendungan. Membangun Rehab Balai desa, dan pembangunan pengaspalan jalan desa. Tahun 2005 dilaksanakan pembangunan masjid At Taqwa Dukuh Ploso . Pada tahun ini ada kebijakan pemerintah untuk memberikan bantuan Langsung Tunai banyak terjadi kecemburuan sosial , masyarakat banyak yang protes menganggap Pemerintah Desa tidak adil, program dari pemerintah pusat ini kurang mengenai sasaran. Pada tahun itu juga terjadi peristiwa banyak unggas mati mendadak. Untuk mencukupi kebutuhan air bersih Desa Bligorejo mendapatkan bantuan pembangunan sarana air bersih di wilayah Dukuh Ploso dan Dukuh Regenan. Tahun 2006 mendapatkan program padat karya (pengerasan jalan tembus Bligorejo – Kedungkebo) dan perbaikan 10 rumah tidak layak huni. Sesuai undang-undang waktu itu masa jabatan kepala desa selama 8 tahun sehingga Kepala Desa Bapak Wasari berakhir pada bulan Juni 2007. Pada tahun 2007 dilaksanakan Pemilihan Kepala Desa dengan calon 4 orang yaitu, Bapak Wasari, Bapak Wajidin, Ibu Titik Erowati dan Endang Cahyaningsih. Dan yang berhasil memperoleh suara terbanyak/menjadi kepala desa adalah Ibu Titik Erowati. Program yang telah dilaksanakan pembangunan bendungan Asem dari dana Pemerintah Propinsi, pembangunan gedung TK, Gedung PAUD, pengaspalan jalan Jambangan yang menghubungkan Bligorejo dengan Kalimojosari dan SPP (simpan pinjam perempuan) yang di danai dari PNPM-MD, program PAMSIMAS (penyediaan air bersih). Dibidang kesehatan membangun PKD (Poliklinik Desa). Adapun dana BSPD/ADD yang didapatkan setiap tahun digunakan untuk melanjutkan program pengaspalan jalan desa dan penyemiran jalan aspal desa yang telah rusak. 

Visi dan Misi Desa
Visi Desa
Penyusunan Visi Desa dilakukan dengan pendekatan partisipatif, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di Desa Bligorejo seperti Pemerintah Desa, BPD, Tokoh Masyarakat, tokoh Agama, lembaga masyarakat desa dan masyarakat desa pada umumnya.Pertimbangan kondisi eksternal di desa seperti satuan kerja wilayah pembangunan di Kecamatan Doro mempunyai titik sektor Pertanian dan Beragamis maka berdasarkan pertimbangan tersebut Visi Desa Bligorejo adalah : “Menjadi Desa yang unggul dalam pembangunan jasmani dan rohani yang berakhlakul karimah serta bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa”

Misi Desa
Pernyataan Visi kemudian dijabarkan ke dalam misi agar dapat di operasionalkan/ dikerjakan. Sebagaimana penyusunan Visi, misi pun dalam penyusunannya menggunakan pendekatan partisipatif dan pertimbangan potensi dan kebutuhan Desa Bligorejo, sebagaiman proses yang dilakukan maka misi Desa Bligorejo adalah :
  • Pengabdian dan pelayanan terhadap masyarakat secara keseluruhan.
  • Melanjutkan pembangunan yang berkesinambungan dengan memperhatikan aspek yang bersifat umum.
  • Menanamkan kesadaran hukum.
  • Memberdayakan kelembagaan organisasi dan kelembagaan yang ada di Desa.
  • Mengupayakan pendidikan baik umum maupun agama di lingkungan masyarakat.
  • Terciptanya hubungan yang baik secara vertikal maupun horizontal.
  • Menciptakan Desa yang aman, tertib dan komunikatif.
  • Kondisi Geografis
    Desa Bligorejo merupakan desa di wilayah Kecamatan Doro yang berada di dataran rendah pada ketinggian 142 m dpl dengan curah hujan rata-rata 10 mm/tahun dan suhu udara rata-rata 28º C. Luas wilayah Desa Bligorejo yaitu 306,371 Ha, yang terdiri dari tanah sawah 133 Ha, tanah kering 105 Ha dan lainnya (jalan, sungai dan lain-lain) 68,371 Ha.
    Letak Wilayah
    • Jarak dari Ibukota Kecamatan Doro : 3 km
    • Jarak dari Ibukota Kabupaten Pekalongan : 17 km
    Batas Wilayah
    • Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kedungkebo
    • Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kutosari
    • Sebelah Barat bewrbatasan dengan Desa Kalimojosari
    • Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kaligawe

      Luas Wilayah
      Sawah Irigasi Semi Teknis 118 Ha
      Sawah Tadah Hujan 15 Ha
      Pemukiman 105 Ha
      Tanah Perkebunan Rakyat 35 Ha
      Tanah Kas Desa 22 Ha
      Lapangan 1 Ha
      Perkantoran Pemerintahan 0,5 ha
      Lainnya 9,871 Ha
      Jumlah 306,371


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di d

asal usul desa desa di Kajen

KAJEN_ Desa Nyamok_ Nama yang aneh, unik untuk sebuah desa. Sering dikira Nyamuk, padahal penulisan dan pengucapan yang benar adalah NYAMOK, menggunakan huruf “o”. Kenapa diberi nama Nyamok? ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut : Di wilayah Pekalongan bagian selatan ada Bupati bernama Luwuk. Beliau mencintai seorang gadis bernama Dewi Sekar Tanjung. Sang Bupati berkenan untuk melamar sang gadis, dalam perjalanannya Bupati Luwuk melihat hamparan semak-semak yang sangat luas. Dalam bahasa Jawa dikatakan’  nyamut-nyamut’,  setelah didekati ternyata di semak-semak tersebut banyak didapati pohon  “Keyam”  akhirnya tempat tersebut diberi nama “Nyamok”. Kajen_ Dahulu ada dua adipati yaitu :Adipati Wirokusumo bertempat tinggal di Penjarakan ( sekarang Domiyang, Paningggaran ) dan Adipati Wirodanu yang bertempat tinggal di Luwuk ( Pekiringanalit, Kajen ). Kedua hidup rukun meski hidup berjauhan. Dikisahkan, suatu ketika kedua adipati jalan-jalan ke de

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan pengertian arti kata   dari masing-masing  dukuh/dusu