Langsung ke konten utama

Sego Megono


Sego Megono atau bahasa Indonesianya Nasi Megono adalah nasi liwet yang disajikan dengan rajangan nagka muda dicampur dengan kecombrang. Sego Megono yang asli warnanya agak pucat dan tidak menarik. Sego Megono seperti ini dibuat dari kerak nasi (pada zaman dahulu), sedangkan yang putih bersih biasanya dibuat dari nasi. Sego Megono inilah yang sekarang umum beredar. Banyak juga masyarakat Pekalongan yang membuat campuran Sego Megono dari berbagai macam sayur, tidak hanya nangka muda namun tetap dengan bumbu yang sama enak dan nikmat. Beberapa sayuran yang juga digunakan adalah rebung, kacang panjang, labu, dan pepaya muda. Nangka muda ini atau sayuran lain ini dicincang halus dengan balutan bumbu kelapa yang cukup pedas nan gurih. Sayuran tersebut dicampurkan dengan nasi yang sudah tanak dan sering ditambahkan dengan sambal “jenggot” yaitu sambal yang terbuat dari parutan kelapa. Sekilas tampilannya mungkin tidak menarik, namun ketika sudah sekali dinikmati, wuih, dijamin Anda akan ketagihan dua tiga kali!. =D
Sego Megono ini umumnya disajikan dengan dibungkus daun pisang dan “dikunci” dengan sebuah “biting” (lidi berukuran kecil terbuat dari bamboo yang ditusukkan di salah satu sisi daun pisang). Penyajian yang unik ini menjelaskan secara tidak langsung bahwa takaran untuk 1 porsi Sego Megono adalah 1 pincuk (satu ikatan kecil dari daun pisang). Daun pisang dibuka dengan ucapan basmalah dan teh manis dapat menjadi penutup menunya. Sudah banyak sih yang menyajikan Sego Megono diatas piring, namun tetao saja, Sego Megono dengan porsi pincuk lebih digemari khalayak. Untuk ukuran porsi seperti ini memang kecil untuk ukuran orang dewasa, maka tak heran kalau Anda nanti menambah 2-3 pincuk lagi untuk memuaskan rasa lapar. Alhamdulillah yah !
Sego Megono adalah hidangan utama, atau bahasa keren nya adalah Main Course. Karena dia merupakan hidangan utama, maka dia sering disajikan dengan teman lauknya. Aslinya pada zaman dahulu, Sego Megono disajikan dengan lauk ikan asin, tapi mungkin itu karena menyesuaikan keadaan zaman yang bersangkutan yang serba susah. Sekolah susah, hidup susah, mandi susah, makan susah, apalagi untuk membeli lauk. Zaman sekarang lauk untuk teman makan Sego Megono sudah begitu bervaraisi sebagai contoh sate telur puyuh, ikan panggang, cumi, sotong, garang asem iga sapi, tempe mendoan, hingga ayam goreng nan gurih. Anda tinggal pilih mana suka.
Konon 75% dari warga Pekalongan menyantap nasi megono sebagai menu sarapan pagi, bahkan mungkin ada yang tiap kali ketemu meja makan pasti ada Sego Megono. Walau merupakan hidangan utama, sepengamatan saya di Pekalongan, tetap saja Sego Megono juga umum dimakan sebagai makanan pembuka, penutup, bahkan makanan ringan !. Sepertinya tidak ada lagi waktu khusus untuk menikmati Sego Megono, Pokoke Sego Megono Sak Pore (Sesukanya Makan Nasi Megono) ! =D
Sekarang mari kita tilik kandungan gizi Sego Megono.
Nangka muda atau bahasa latinnya Artocarpus heterophyllus, sebagai campuran utama Sego Megono mengandung vitamin A,B dan C dan berbagai mineral yang baik untuk pertumbuhan. 100 gram buah nangka memiliki 106 kalori, 27,6 gram karbohidrat dan 1,2 gram protein. Nangka muda juga berperan memperkuat sistem kekebalan tubuh (imunitas). Nangka muda merupakan sumber vitamin C dan antioksidan yang sangat baik, untuk membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh dan mendukung fungsi sel darah putih (limfosit). Nangka muda yang kaya akan mineral kalium (K) ini juga baik untuk mengontrol tekanan darah sehingga dapat mengurangi resiko serangan jantung dan penyakit stroke. Selain itu, juga baik untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit di tubuh kita.
Nangka muda mengandung berbagai nutrisi lain seperti lignan, isoflavon, dan saponin yang membantu sistem perlindungan tubuh melawan timbulnya sel kanker. Nangka muda memiliki kandungan vitamin A dan antioksidan yang cukup tinggi, baik untuk menjaga dan memelihara kesehatan kulit. Kandungan gula alami seperti fruktosa dan sukrosa berperan sebagai sumber energi dalam beraktivitas. Belum lagi kandungan bahan atau lauk lain yang dimakan bersama Sego Megono; berbagai sayuran, ikan, telur, tempe ataupun daging, jaminan mutu deh kalau Sego Megono itu adalah makanan alami kaya nutrisi bergizi tinggi. =D
Menilik asal usul Sego Megono juga merupakan hal yang unik menggelitik. Saya mendapatkan dua versi sejarah (atau mungkin legenda ya?) yang sungguh menarik
Versi pertama bercerita tentang kehidupan yang aman, tenteram, makmur, sejahtera lagi sentosa di sebuah desa. Di desa itu hidup seorang tua yang sudah lama hidup menjanda (atau Rondo dalam bahasa Jawa). Suatu ketika saat sedang memasak nasi (meliwet), muncul badai secara tiba-tiba di desa tersebut. Mbah Rondo punya kebiasaan menaruh berbagai sayuran diatas tempat nasi yang digunakan untuk dimasak. Badai membuat desa dan tentu saja rumah mbah Rondo berantakan, begitu pula berbagai sayuran Mbah Rondo yang akhirnya tercampur baur bersama nasi liwet.
Seperti kebiasaan warga desa kebanyakan, maka sehabis badai reda, setelah musyawarah desa diadakan lah kerja bakti gotong royong membersihkan lingkungan dan membangun kembali segala hal yang rusak, termasuk rumah mbah Rondo. Lalu,sesuai kebiasaan dan norma yang berlaku pula, warga saling memberikan makanan ketika kerja bakti dilaksanakan. Mbah Rondo, yang memang hidup miskin ditinggal mati suaminya, tidak punya makanan lain selain nasi liwet campur baur dengan sayuran. Apa boleh buat, maka nasi itu yang diberikan kepada warga. Dalam bahasa Jawanya; MErGO oNOne mung kuwi (karena adanya cuma itu) alias nggak punya hidangan yang lain. Jadi deh, Sego Megono ! Hehe ada-ada saja. Sejak saat itulah Sego Megono selalu muncul di meja makan dan setiap hajatan orang Pekalongan.
Ngomong-ngomong tentang kebiasaan dimasyarakat untuk bergotong royong dan musyawarah, zaman sekarang masih ada tidak ya ? . Apalagi di kota-kota besar. Banyak tayangan di televisi yang mendidik kita menjadi manusia pragmatis-hedonis. Jangan kan gotong royong, dengan tetangga saja sudah tidak saling kenal dan tegur sapa. Ah, sudahlah. Ini kenapa saya jadi curhat ?
Versi kedua asal usul Sego Megono lebih hebat lagi. Ada kemungkinan bahwa megono berasal dari kata mego (mega- red) yang berarti awan dan gegono (gegana- red) yang berarti angkasa. Jadi bila dirangkai menjadi kalimat mungkin berbunyi seperti ini: Megono = Mego ing Gegono (awan yang mengangakasa). Lho, apa pula ini ?. Jika kita amati sifat dan penampakan mega di angkasa, mega berwarna putih bersih sampai berwarna kelam pertanda turun hujan beriringan. Ada juga warna mega yang memerah rona atau lembayung jingga terutama di sore hari saat surya akan tenggelam di peraduannya. Ternyata Sego Megono juga merupakan kuliner yang romantis…
Konon Sego Megono, muncul pertama kali ketika masa perang gerilya. Keadaan perang membuat hasil bumi menurun tajam dan perlu dilakukan penghematan di segala bidang, termasuk dalam hal makanan. Sebagai contoh, saat kita menanak nasi dengan cara konvensional, maka akan timbul kerak nasi (dalam bahasa Jawa Intip). Bagi kebanyakan orang di waktu itu, kerak nasi tersebut akan dijemur dan dikeringkan lalu disimpan untuk dimasak lagi menjadi nasi. Itulah cikal bakal Sego Megono. Penyempurnaan terus dilakukan dengan menambahkan berbagai bumbu termasuk mencoba dipadukan dengan urap nangka muda dan berbagai sayuran dan lauk lain.
Ketika pejuang republik memasuki desa-desa dalam perjalanannya, masyarakat setempat akan berusaha menyuguhkan makanan terbaiknya. Setiap warga ingin berperan dalam perjuangan melawan penjajah. Saat itu, di Pekalongan, warga memberikan Sego Megono kepada para pejuang. Para pejuang sangat menyukai Sego Megono, makanan yang baru ditemukan ini, sehingga konon setelah Republik Indonesia akhirnya terproklamasi dan berdiri, para pejuang ini secara rutin mengunjungi Pekalongan untuk Sego Megononya…
Entah mana versi yang benar. Kedua cerita diatas pasti memiliki sumber rujukan masing-masing. Kedua cerita pun memiliki nilai luhurnya masing-masing yang seharusnya dilestarikan; gotong royong, nasionalisme, kesetiakawanan sosial. Nilai luhur yang mungkin sedikit meluntur di waktu sekarang.
Menikmati Sego Megono tidaklah mahal. Satu pincuk Semo Megono dihargai Rp. 3.000 – Rp. 4.500 tergantug dimana Anda membelinya. Untuk lauk berkisar dari Rp. 1000 (tempe) hingga tak terhingga, bergantung apa dan seberapa banyak yang dimakan. Saya serius, karena memakan Sego Megono bisa memicu ketagihan. Tidak pernah cukup satu!
Beberapa tempat di Pekalongan dimana Anda bisa menikmati Sego Megono yang enak adalah:
– Nasi Megono Pak Wan lokasi Jalan Kenanga kota pekalongan, disini terdapat banyak pilihan lauk buka dari magrib – selesai
– Warung Nasi Megono depan halte Ponolawen warung ini hanya buka jam 12 malam hingga menjelang subuh. Tempat makan ini konon 80 % pengunjungnya didominasi anak-anak muda Kota Pekalongan.
-Warung Masduki. warung masduki letaknya di dekat alun – alun kota Pekalongan. Warung ini pernah masuk acara Jelang Siang di Trans TV lho. Bapak Masduki juga terkenal sebagai pembuat garang asem di Pekalongan. Sudah tahu kan apa itu garang asem ? Masakan tradisional ini terbuat dari ayam yang sudah dipotong – potong menjadi bagian – bagian seperti dada, sayap, dan kepala. Garang Asem disajikan dengan dibungkus dengan daun pisang dan diberi bumbu dan air secukupnya
Di Jakarta Anda bisa menikmati Sego Megono dan Tauto (makanan soto khas Pekalongan lainnya) di warung Tauto Nino di Jalan Tebet Timur Dalam Raya No 3 Jakarta Selatan. Kedai ini tidak hanya menyediakan suasana makan yang khas pekalongan, tapi juga hidangan yang otentik yang akan memuasakan kerinduan akan Sego Megono dan Tauto (Soto Pekalongan).
Untuk Anda yang tidak sempat pergi ke salah satu tempat yang saya sebutkan diatas, mungkin Anda tertarik untuk membuat Sego Megono versi citarasa Anda sendiri di rumah. Berikut ini adalah resep sederhana membuat Sego Megono, Anda tentu saja bisa meraciknya sesuai selera:
Nasi Liwet (Porsi untuk 5 orang)
– 400 gram beras, cuci bersih
– 1 batang serai, memarkan
– 2 lembar daun salam
– ½ sdt garam
– 900 ml air
Bumbu urap (haluskan):
– 3 siung bawang putih
– 2 siung bawang merah
– 2 cm kencur
– 6 buah cabai merah keriting
– ½ sdt terasi, bakar
– 1 sdm gula merah
– ½ sdt garam
– ½ butir kelapa setengah tua, parut
– 2 lembar daun jeruk purut
– 2 lembar daun salam
– 250 gram nangka muda, cincang, rebus
– 100 gram kacang panjang, potong-potong, rebus
Cara Membuat
1. Nasi liwet: masukkan semua bahan nasi liwet ke dalam panic, tutup , masak sampai air habis. Aduk, tutup panic dan masak dengan api kecil sampai nasi tanak. Angkat.
2. Urapan nangka: campur bumbu urap yang sudah dihaluskan dengan kelapa parut, daun jeruk, dan daun salam, aduk rata, kukus selama 25 menit angkat. Campur dengan nangka dan kacang panjang, aduk rata, sisihkan.
Tips
Anda dapat menyesuaikan lauk yang diinginkan sesuai selera Anda dan keluarga. Sebagai rekomendasi, Sego Megono enak dimakan dengan garang asem iga sapi, tahu/tempe goreng, atau opor ayam.
Sumber resep:( http://kitabmasakan.com/2011/03/resep-nasi-megono-%E2%80%93-pekalongan/ )
Sebagai salah satu “ikon” Pekalongan, Sego Megono tampaknya memang belum terlalu dikenal. Salah satu penyebabnya mungkin sedemikian lekatnya imej Kota Batik dengan Pekalongan, sehingga yang ada di benak banyak orang ketika berpikir tentang Pekalongan, atau sedang singgah di Pekalongan, hanyalah kemeja hem atau kain batik yang terpikir. Penyebab yang lain mungkin tampilannya yang tidak menarik… untuk masalah yang ini, bagaimana ya ? Tapi, Sego Megono kan bukan Sego Megono kalau tidak tampil selayaknya Sego Megono ?. Ah sudah lah. Jangan melulu tertipu tampilan luar, pokoknya Sego Megono itu enak, bergizi dan wajib Anda coba. Hehe.
http://nutrisiuntukbangsa.org/sego-megono-jelazah-gizi-dari-kota-batik/
Mempromosikan Sego Megono perlu peran sinergis dari berbagai pihak. Ini adalah pekerjaan rumah untuk pemerintah daerah untuk mempromosikan Sego Megono sebagai kuliner yang asli bumi Pekalongan yang layak,wajib, dan harus dinikmati para wisatawan yang berkunjung. Ini juga kewajiban untuk saya dan anak Pekalongan lainnya terutama yang melek teknologi untuk mempromosikan kampung halaman kami dan berbagai hal baik yang ada dilamnya dengan cara-cara yang kreatif terutama dengan memanfaatkan teknologi internet. Semoga artikel saya di blog ini tidak hanya bermanfaat untuk Anda yang membaca namun juga untuk promosi kota dan kabupaten Pekalogan.

sumber ; 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di d

asal usul desa desa di Kajen

KAJEN_ Desa Nyamok_ Nama yang aneh, unik untuk sebuah desa. Sering dikira Nyamuk, padahal penulisan dan pengucapan yang benar adalah NYAMOK, menggunakan huruf “o”. Kenapa diberi nama Nyamok? ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut : Di wilayah Pekalongan bagian selatan ada Bupati bernama Luwuk. Beliau mencintai seorang gadis bernama Dewi Sekar Tanjung. Sang Bupati berkenan untuk melamar sang gadis, dalam perjalanannya Bupati Luwuk melihat hamparan semak-semak yang sangat luas. Dalam bahasa Jawa dikatakan’  nyamut-nyamut’,  setelah didekati ternyata di semak-semak tersebut banyak didapati pohon  “Keyam”  akhirnya tempat tersebut diberi nama “Nyamok”. Kajen_ Dahulu ada dua adipati yaitu :Adipati Wirokusumo bertempat tinggal di Penjarakan ( sekarang Domiyang, Paningggaran ) dan Adipati Wirodanu yang bertempat tinggal di Luwuk ( Pekiringanalit, Kajen ). Kedua hidup rukun meski hidup berjauhan. Dikisahkan, suatu ketika kedua adipati jalan-jalan ke de

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan pengertian arti kata   dari masing-masing  dukuh/dusu