KAPAN PEKALONGAN MULAI DIKENAL BELANDA
Kapan tepatnya Pekalongan dikenal oleh Belanda ? Pada dasarnya akibat Sultan Agung melibatkan Pekalongan sebagai kantong/lumbung dalam rangka penyerangan ke Batavia (1628-1629), dan kemudian mengalami kekalahan. Pekalongan pada masa itu, kedudukannya adalah daerah atau tanah yang dipinjamkan raja sebagai rasa balas jasa terhadap negara yang disebut Tanah Lungguh. Tanah tersebut diantaranya adalah Pemalang dan Pekalongan. Pemalang adalah tanah lungguhnya Pangeran Purbaya sedangkan Pekalongan adalah tanah lungguhnya Pangeran Uposonto. Pasisiran Kulon lebih berwawasan perdagangan dibanding kawasan Pasisiran Timur yang lebih bernafaskan Islam (Koentjaraningrat, 1984).
Kekalahan yang terjadi tentu karena akibat VOC mengetahui titik-titik lemah Mataram, dengan sendirinya Pekalongan sudah masuk dalam catatan VOC. Selanjutnya ketika Amangkurat II meminta bantuan pada VOC untuk menumpas pemberontakan Trunojoyo, sehingga diselenggarakan perjanjian pada bulan Oktober 1677 yang disusul dengan perjanjian bulan Januari 1678 (Bappeda Kota Pekalongan, 2006). Dalam perjanjian itu kedua belah pihak sepakat bahwa VOC menguasai pendapatan dari pelabuhan-pelabuhan-pelabu
Dengan adanya perjanjian itu Pekalongan yang merupakan bagian dari wilayah Mataram termasuk pula dalam penguasaan Belanda. Potensi geografis Pekalongan dan potensi ekonomisnya berkaitan dengan posisinya sebagai pintu gerbang bagi pengangkutan produk-produk dari pedalaman berupa kopi, nila dan kapas menjadi faktor utama Belanda menguasai Pekalongan. Belajar dari sejarah sebelumnya, biasanya kekuasaan politis di suatu wilayah dipicu oleh potensi strategis dan ekonomis wilayah tersebut. Produk-produk pedalaman itulah yang pada awalnya menarik perhatian pedagang dari mancanegara datang ke pelabuhan Pekalongan, di kemudian hari yang berkembang pesat adalah perdagangan dan industri kain.
Pada tahun 1800 VOC dinyatakan bangkrut dan hak miliknya dialihkan kepada pemerintah Belanda. Pada masa itu pula Belanda dikalahkan oleh Perancis, dengan demikian wilayah-wilayah yang dimiliki Belanda menjadi milik Perancis. Tahun 1807 pemerintah Belanda yang dikuasai Perancis menujuk HW. Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penguasaan Belanda atas kota Pekalongan pada masa-masa itu semakin dikuatkan dengan dibangunnya gedung-gedung pemerintahan dan gedung-gedung yang mendukung terlaksananya kelancaran roda pemerintahannya di Pekalongan. Kedudukan Pekalongan sebagai kota yang strategis semakin dikuatkan lagi dengan adanya pembangunan jalan Daendels, biasa juga disebut jalan Raya Pos (Anyer – Panarukan) yang memasuki kota Pekalongan pada Agustus 1808. Kemudian pada 1 April 1906, berdasar Staadblaad Nomor 302 Tahun 1906 dibentuklah Kota Besar Pekalongan, dan disempurnakan lagi dengan Staadblaad Nomor 124 Tahun 1929 yang mengatur keberadaan Kota Besar Pekalongan (Bappeda Kota Pekalongan, 2006).
Pada masa itu pula, etnis-tenis yang datang berniaga dan membentuk lingkungannya masing-masing, semakin ditertibkan dan dikelompokkan sesuai asal kebangsaannya. Segregasi wilayah kota menurut ras Eropa, Cina, Arab, India dan pribumi merupakan salah satu program fisik kota abad ke-19 sejak Gubernur Jenderal HW. Daendels datang ke Hindia Belanda (A. Bagoes Wiryomartono, 1995). Meski tidak secara tegas, hingga sekarang eksistensi pembagian wilayah tersebut masih menjadi bagian dari Pemerintah Kota Pekalongan. Pecinan yang dahulunya merupakan wilayah yang diperuntukkan bagi orang-orang Cina hingga sekarang eksistensinya masih ada, juga wilayah pribumi, demikian juga dengan Kampung Arab. Pada kenyataan sekarang semua warga masyarakat sudah berbaur dan tidak lagi mengindahkan batas-batas wilayah itu. Tidak bisa dipungkiri bahwa proses sejarah yang mengawali pembagian tersebut memang tidak begitu saja mudah terhapus, jejaknya masih tetap ada.
Komentar
Posting Komentar