Langsung ke konten utama

Pekalongan Dulu dan Sekarang


Keberadaan Kabupaten Pekalongan secara administratif sudah berdiri cukup lama yaitu 3.813 tahun yang lalu. Berdasarkan kajian ilmiah oleh Team Peneliti Sejarah Kabupaten Pekalongan yang terdiri dari jajaran eksekutif, tokoh masyarakat dan dari kalangan akademisi serta dengan adanya barang - barang bukti  peninggalan sejarah muncul lima prakiraan tentang kapan Kabupaten Pekalongan itu lahir, lima prakiraan yang menjadi kajian adalah masa Prasejarah, masa Kerajaan Demak, masa Kerajaan Islam Mataram, masa Penjajahan Hindia Belanda dan masa Pemerintahan Republik Indonesia.
Hari Jadi Kabupaten Pekalongan telah ditetapkan pada Hari Kamis Legi Tanggal 25 Agustus 1622 atau pada 12 Robiu’l Awal 1042 H pada masa pemerintahan Pangeran Manduroredjo, beliau merupakan Bupati / Adipati yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Agung / Raja Mataram Islam dan sekaligus sebagai Bupati Pekalongan I, sedangkan penentuan hari dan tanggalnya diambil dari sebagaimana biasa tradisi pengangkatan Bupati dan para pejabat baru dilingkungan Kerajaan Mataram.
Pembangunan Kabupaten Pekalongan sudah dilakukan sejak zaman Pemerintahan Adipati Notodirdjo ( 1879 -1920 M ) di komplek Jl. Nusantara Alun - alun Kota Pekalongan, bangunan tersebut merupakan pendopo dan rumah  bagi para Bupati Pekalongan sekaligus sebagai tempat “Paseban” dan aktivitas perangkat pemerintahan kabupaten dengan berbagai elemen masyarakat untuk bersilaturakhmi, bermusyawarah dan mencurahkan pemikiran, saran atau unek - unek berbagai kehendak punggawa pemerintahan dan rakyat dihadapan bupati.

Sejarah berdirinya Kabupaten Pekalongan
Berdasarkan dari hasil penelusuran dan pengidentifikasian data - data historis / sejarah Kabupaten Pekalongan yang dilakukan melalui kajian ilmiah oleh Tim Peneliti Sejarah Kabupaten Pekalongan yang terdiri dari jajaran eksekutif, tokoh mayarakat, dan kalangan akademisi terhadap bukti - bukti peninggalan sejarah yang diketemukan di berbagai wilayah Kabupaten Pekalongan, muncul lima prakiraan tentang kapan Kabupaten Pekalongan itu lahir, lima prakiraan tersebut adalah masa Prasejarah, masa Kerajaan Demak, masa Kerajaan Mataram Islam, masa Penjajahan Belanda dan masa Pemerintahan Republik sebagaimana tertuang dalam Buku Hari Jadi Kabupaten Pekalongan, sejarah berdirinya Kabupaten Pekalongan   dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Masa Prasejarah
Data permukiman awal dari masa prasejarah dan awal masa sejarah kuno sebagaimana ditunjukkan oleh adanya peninggalan megalitik dan Lingga Yoni yang berada pada beberapa tempat di daerah Kabupaten Pekalongan bagian selatan menunjukan bahwa ternyata pemukiman penduduk telah berlangsung lama dan telah mengenal sistem kemasyarakatan dan keagamaan. Sistem kemasyarakatan yang bagaimana tidak dapat diketahui pasti karena terbatasnya sumber informasi.
Beberapa benda peninggalan sejarah yang berada di daerah Kabupaten Pekalongan diantanya berupa Yoni dan Lingga serta dengan adanya bukti - bukti peninggalan yang lain seperti:
1. Lingga / Yoni yang berada di Desa Telagapakis Kecamatan Petungkriyono.
2. Yoni yang berada di Dukuh Gondang Desa Tlogohendro wilayah Kecamatan Petungkriyono.
3. Lingga yang berada di Dukuh Mudal Desa Yosorejo Kecamatan Petungkriyono
4. Lingga / Yoni yang berada di Dukuh Parakandawa Desa Sidomulyo Kecamatan Lebakbarang.
5. Yoni yang berada di Dukuh Pajomblangan Kecamatan Kedungwuni
6. Yoni yang berada di Dukuh Kaum Desa Rogoselo Kecamatan Doro.
7. Yoni yang berada di Desa Batursari Kecamatan Talun.
8. Archa Ghanesha yang berada di Desa Kepatihan Kecamatan Wiradesa.
9. Archa Ganesha yang berada di Desa Telogopakis Kecamatan Petungkriyono
10. Batu lumpang yang berada di Desa Depok Kecamatan Lebakbarang.
11. Batu Lumpang yang berada di Dukuh Kambangan di Desa Telogopakis Kecamatan Petungkriyono dan sebagainya
Data pemukiman pada periode awal Abad Masehi sampai Abad XIV dan  XV sangat langka dan terbatas, sehingga sulit dipastikan pertumbuhan dan perkembangan komunitas di wilayah Pekalongan pada masa pengaruh kebudayaan Jawa Hindu berkembang di Pulau Jawa. Hal ini terjadi karena sampai masa kini belum ditemukan prasasti peninggalan tertulis yang mampu mengungkapkan kehidupan pada masa  itu.  Banyak  ditemukan  toponim,  beserta  tradisi lisan, berupa legenda mitos, atau cerita rakyat yang berkaitan dengan toponim, akan tetapi sulit untuk memastikan kebenaran data legenda atau cerita rakyat tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh SCHRIEKE, Negara Kertagama, karya tulis penting pada masa Majapahit, sama sekali tidak menyebut nama - nama daerah di Pantai Utara Jawa sebelah barat Lasem yang mencakup daerah Tegal, Pekalongan dan Semarang, yang pada masa itu diduga masih jarang dihuni penduduk.  Sementara daerah lain seperti Demak, Jepara , Kudus dan Pati telah berkembang menjadi daerah penting.
b. Masa Kerajaan Demak
Data sejarah pada periode abad ke 15 dan abad ke 16, diperoleh melalui sumber-sumber tertulis disamping sumber-sumber peninggalan bangunan makam kuno, kuburan dan bangunan lain dari masa perkembangan Islam di Jawa. Pada masa abad ke 16 diduga wilayah Pekalongan telah menjadi daerah yang dilewati oleh    hubungan    komunikasi  dari  dua kerajaan Islam Demak dan Cirebon, dan pada masa kemudian menjadi wilayah pengaruh kerajaan Mataram Islam pada abad ke 17. Selanjutnya pada abad ke 18 wilayah Pekalongan menjadi  pengaruh VOC ( Verenigde Oost Indische Compagnie ), Persekutuan dagang di India Timur – Belanda, terutama sejak tahun 1743, yaitu setelah VOC menerima imbalan jasa bantuan yang diberikan VOC kepada Mataram. Sejak 1800 - an sampai 1942 Wilayah Pekalongan secara langsung menjadi wilayah administratif wilayah Pemerintahan Hindia Belanda, atau disebut wilayah Gubernemen. Sementara itu setelah lahirnya wilayah Republik Indonesia pada 1945 Wilayah Pekalongan tidak beda dengan wilayah lainnya menjadi Wilayah Administrasi  Pemerintahan Republik Indonesia.
c. Masa Kerajaan Mataram Islam
Pada masa Pemerintahan Mataram Islam dibawah kekuasaan Sultan  Agung  abad ke - 17, keberadaan Kabupaten Pekalongan secara administratif merupakan Bagian dari wilayah kesatuan kerajaan Mataram Islam. Kerajaan Mataram dibawah tampuk pemerintahan Sultan Agung mencapai kejayaannya. Wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Adapun Jakarta belum berhasil ditaklukkan karena dikuasai oleh Belanda dibawah Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen mulai tahun 1619. Keberhasilan tersebut ditunjang Doktrin Keagung binataraan, yaitu kekuasaan Raja Mataram harus merupakan ketunggalan, utuh dan bulat. Artinya kekuasaan tersebut tidak tersaingi, tidak terkotak - kotak atau terbagi bagi dan merupakan  keseluruhan ( tidak hanya bidang - bidang tertentu ). Pada bulan Maulud selalu diadakan Gerebeg Maulud, yaitu peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw. yang biasa jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal, sekaligus diadakan acara " Paseban "  ( berkumpulnya para Bupati dan Tumenggung serta para pejabat lainnya untuk melaporkan situasi / keadaan di daerah masing - masing dan penyerahan upeti ). 

Acara tersebut juga dimanfaatkan oleh Sultan Agung untuk pengangkatan bupati-bupati baru dan pejabat baru lainnya. Menurut pandangan tim, keberadaan Sultan Agung dalam memimpin  kerajaan Mataram terlebih pada saat perlawanan terhadap penjajah Belanda sudah tidak diragukan lagi keberadaannya sebagai Raja yang Gung - Binatoro. Perlawanan Mataram terhadap penjajahan Belanda mencapai puncaknya disaat penyerangan ke Batavia pada tahun 1628, dimana Pangeran Manduroredjo dan Bahureksa ditunjuk sebagai Panglima perangnya.

Secara geografis Kabupaten Pekalongan terletak pada jalur Pantura bagian barat sepanjang pantai utara Laut Jawa memanjang ke selatan dengan kota Kajen sebagai Ibu kota pusat pemerintahan  dan perdagangan laut yang cukup strategis, sehingga pada saat penyerangan ke Batavia Kabupaten Pekalongan sebagai kantong / lumbung perbekalan. Strategi ini juga digunakan oleh  Sultan Agung untuk mengumpulkan kekuatan - kekuatan dan strategi yang diperlukan di daerah.
Dari bukti - bukti inilah menunjukan bahwa Kabupaten Pekalongan termasuk daerah yang dipersiapkan dalam rangka penyerangan ke Batavia. Sehingga menurut pandangan tim, dijadikan alternatif  dan bukti bahwa secara administratif Kabupaten Pekalongan merupakan bagian dari kesatuan Kerajaan Mataram.
Terlebih lagi dengan diangkatnya Pangeran Manduroredjo sebagai Bupati Pekalongan pertama yang mempunyai kekuasaan tertinggi di Kabupaten Pekalongan dan bertanggung jawab sebagai penyelenggara pemerintahan, serta secara hirarki wajib melaporkan segala sesuatunya kepada raja termasuk penyerahan upetinya.
Pekalongan Mulai Dikenal
Banyak sumber mengatakan bahwa Pekalongan mulai dikenal setelah Bahurekso bersama anak buahnya berhasil membuka Hutan Gambiran / Gambaran, atau dikenal pula Muara Gambaran.
Hal ini terjadi setelah Bahurekso gagal dalam penyerangan ke Batavia, bersama anak buahnya kembali ke Pantai Utara Jawa Tengah, namun secara sembunyi - sembunyi, sebab kalau diketahui oleh Pemerintah Sultan Agung pasti ditangkap dan dihukum mati. Sehingga terus melakukan siasat yang disebut TAPA-NGALONG. Dari sinilah muncul prediksi-prediksi berkaitan dengan istilah PEKALONGAN.
Menurut penuturan R. Basuki (Putra Almarhum R. Soenarjo keturunan Bupati Pangeran Manduroredjo): nama Pekalongan berasal dari istilah setempat HALONG - ALONG yang artinya hasil. Jadi Pekalongan disebut juga dengan nama PENGANGSALAN yang artinya pembawa keberuntungan.
Sehingga prediksi Topo Ngalong itu hanya gambaran/ sanepo yang mempunyai maksud siang hari sembunyi, malam hari keluar untuk mencari nafkah.
Didalam babad Sultan Agung yang merupakan sumber yang dapat dipercaya istilah pengangsalan nampaknya juga muncul : ”Gegaman wus kumpul dadi siji, samya dandan samya numpak palwa, gya ancal mring samudrane ; lampahe lumintu, ing Tirboyo lawan semawis ; ing Lepentangi, Kendal, Batang, Tegal, Sampun, Barebes   lan Pengangsalan. Wong pesisir sadoyo tan ono kari, ing Carbon nggertata” ( senjata - senjata telah berkumpul jadi satu ). Setelah semuanya siap, para prajurit diberangkatkan berlayar. Pelayarannya tiada henti -hentinya melewati Tirbaya, Semarang, Kaliwungu, Kendal,  Batang,  Tegal,  Brebes  dan Pengangsalan. Semua orang pesisir tidak ada yang ketinggalan  ( mereka berangkat menyiapkan diri di Cirebon ).  Sehingga dari beberapa uraian tersebut, prediksi Topo Ngalong hanya gambaran atau sanepo yang mempunyai maksud, pada siang hari sembunyi, dan hanya keluar pada malam hari untuk mencari makan / nafkah.
d. Masa Penjajahan Belanda
Masa-masa awal perkembangan Pekalongan tidak banyak disebut dan sumber - sumber asing baik Portugis maupun Belanda , seperti dalam Reis Journalen, Suma Oriental (Tome Pires, 1994), Scheep togt van Tristanto d'acunha ( Pieter Van Der Aa, 1706 ) The Voyager of Jonh Huygen van Linschouten to the east Indies ( A.C Burnell dan P.A Tiele, 1884 ), dan catatan perjalanan lainnya.

Sumber - sumber tersebut menyebutkan nama kota - kota di pantai  Utara Jawa pada Abad XVI seperti Cirebon, Tegal, Kendal, Demak, Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik dan Surabaya, akan tetapi tidak menyebutkan Pekalongan. Sementara itu nama Pekalongan dan data historisnya dapat ditelusuri  dalam Babad Tanah Jawa, Babad Mataram, Serat Khandaning Ringgit Purwo, Serat Pustaka Raja  Purwo, Babad Sultan Agung , Dagh Register (1623 – 1799) , Opkomst Van Het Nederlandsch gezag in Oost Indie ( J.K.J de Jonge  & M.L  Van Deventer , eds; 1862 – 1909, 13 jilid ), laporan VOC lainnya, laporan Pemerintah Hindia Belanda, Buku - buku dan Publikasi lainnya seperti regering Almanak van Nederlandsch Indie ( 1820 -1850 ) dan Oud end Nieuw Oost Indie ( F. Valentijn ) dan Sumber lainnya.  Pada masa - masa itu administrasi pemerintahan secara keseluruhan berdasarkan keputusan dari pemerintah Hindia Belanda, misalnya bentuk pemerintahan Kabupaten yang disebut Regent, adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Bupati.
Tersebut nama - nama Regent / Bupati Hindia Belanda yang pernah memimpin Kabupaten  Pekalongan sbb:
  • - Tan Kwee Djan ( Th 1741 )
  • Raden Toemenggoeng Wirio Adi Negoro Th. ( 1823 )              
  • Raden Adipati Wirijo Adi Negoro Th. ( 1825 )  Membangun Masjid Jami’ ( besar ) Pekalongan yang dimulai pada Hari Selasa Kliwon tanggal 20 Desember 1825. Pada tahun 1933 dilakukan pemugaran dengan mendirikan menara. 
  • Raden Toemenggoeng Arjo Wirjo Di Negoro  (16 Oktober 1848)
  • Raden Toemenggoeng Ario Werio Dhi Di Negoro  (Th 1856)
  • Raden Toemenggoeng Ario Atmodjo Negoro  (20 Januari 1872)
  • Raden Toemenggoeng Ario Koesoemo Di Negoro (25 Juni 1878)
  • Raden Adipati Noto Dirdjo ( 1879 – 1920 ). Pada tanggal 31 Maret 1879 sampai 1 Maret 1880 membangun Gedung Kabupaten Pekalongan, yang  ditandai pada lempengan batu marmer putih yang dipasang di tembok gedung. Menurut sumber lisan juga disebutkan bahwa pohon - pohon beringin di Alun-alun Pekalongan tiap - tiap pohonnya diberi nama masing – masing Kawedanan yang mengirim bibitnya.
  • Raden Toemenggoeng Ario Soerjo ( 10 Maret 1924 ) Adapun wilayahnya disebut Regentschap, sedangkan untuk wilayah Kawedanan disebut Gewest.
Gewest di Jawa Tengah waktu itu meliputi :
1) Semarang Gewest, yang meliputi Regentschap (Kabupaten) Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Pati, Djepara dan Grobogan.
2) Rembang Gewest,   yang meliputi Regentschap Rembang, Blora, Tuban dan Bodjonegoro.
3) Banyumas Gewest,  yang meliputi Regentschap Banyumas, Purwokerto, Cilacap, Bandjarnegara dan Purbolinggo.
4) Kedu Gewest,  yang meliputi Regentschap Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworedjo, Kutoardjo, Kebumen dan Karanganjar.
5) Pekalongan Gewest, yang meliputi Regentschap Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan dan Batang.
Pada tahun 1934 di Jawa Tengah diadakan penggabungan beberapa   Kabupaten, diantanya  yaitu : Kabupaten Batang digabungkan dengan   Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Banyumas digabungkan dengan Kabupaten Purwokerto, Kabupaten Kutoardjo digabungkan dengan Kabupaten Purworedjo dan Kabupaten Karanganyar digabungkan dengan Kabupaten Kebumen.
e.  Masa Pemerintahan Republik.
Sebagai alternatif lain Hari jadi Kabupaten Pekalongan ialah pada masa Republik Indonesia / kemerdekaan berdasarkan Undang - undang Nomor 22 Tahun 1948. Kabupaten Pekalongan adalah merupakan Daerah Otonom atau dengan istilah Swatantra.  Hal ini ditandai pula dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten    dalam    Lingkungan      Propinsi Jawa Tengah pada : Hari Selasa Pon  tanggal : 8 Agustus 1950 yang ditetapkan di Yogyakarta, oleh Pemangku Jabatan Sementara Presiden  Republik Indonesia yaitu  Menteri Dalam Negeri SoesantoTirtoprodjo dan  Menteri Kehakiman   A.G. Pringgodigdo.
Berdasarkan Undang - Undang tersebut  Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan dibentuk bersama 28 daerah lain antara lain : Semarang, Kendal, Demak, Grobogan, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Pati, Kudus, Djepara, Rembang, Blora, Banjumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Kebumen, Boyolali, Sragen, Sukoharjo, Karanganyar dan Wonogiri.
Nama - Nama Bupati Pekalongan Sejak Jaman  Hindia Belanda Sampai Dengan Sekarang :
  1. R. Ario Notodirjo (1879 – 1920) Jaman Hindia Belanda
  2. S o e m a d i (1920 – 1925)  Pejabat Regent ( Bupati )
  3. R. Ario Soerjo (1925 – 1944)  Regent s/d Penjajahan Jepang.
  4. M. Rawoeh  (1944 – 1946)  Pekalongan Ken – Co ( Bupati )
  5. M. Soerodjo  ( 1946 – 1957)  Bupati  Recomba ( Rica )
  6. M. Kisworo (1958 – 1962)  Bupati Kepala Daerah
  7. R. Moch. Oesman (1962 – 1967) Bupati Kepala Daerah
  8. R. Soetedjo Mangoenhardjo (1967 – 1972) Bupati Kepala Daerah
  9. R.M. Harjono Probo Dirdjo (1972 – 1975)  Bupati Kepala Daerah (meninggal)
  10. K a r s o n o (1975 – 1981) Bupati Kepala Daerah
  11. Letkol. Soepardi (1981 – 1986)  Bupati Kepala Daerah
  12. Kol. Soepardi (1986 – 1991) Bupati Kepala Daerah
  13. Kol. H. Kairul Aini. HS  (1991 – 1996) Bupati Kepala Daerah
  14. Kol. Harsono  (1996 – 2001) Bupati Pekalongan
  15. Drs. H. Amat Antono  (2001 – 2006) Bupati Pekalongan
  16. Dra. Hj. Siti Qomariyah, MA (2006 – 2011) Bupati Pekalongan
  17. Drs. H. Amat Antono, M.Si (2011-2016) Bupati Pekalongan
Kepindahan Ibukota Kabupaten Pekalongan ke Kajen
Kepindahan Ibukota Kabupaten Pekalongan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 48 tahun 1986 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Pekalongan Daerah Tingkat II Pekalongan dari wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan ke Kota Kajen di wilayah Kabupaten Pekalongan.
Berbagai persiapan untuk menindak lanjuti terbitnya Peraturan Pemerintah tersebut, dilakukan penataan, pembenahan dan proses pembangunan sarana dan prasarana gedung - gedung perkantoran di Kota Kajen yang selanjutnya diawali dengan peresmian sekaligus penggunaan Gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Pekalongan di Kajen oleh Wagub I Bidang Pemerintahan Bapak Drs. H. Ahmad atas nama Gubernur Jawa Tengah pada tanggal 25 Agustus 2001, kepindahan itu merupakan salah satu tonggak sejarah sebagai momen diawalinya Kota Kajen sebagai Ibukota Kabupaten Pekalongan. Proses kepindahan ini terjadi di awal jabatan Drs. H.Amat Antono sebagai Bupati Pekalongan.
Secara bertahap pembangunan untuk melengkapi prasarana menjadi simpul - simpul penggerakan dan pengembangan sebagai sebuah Ibukota Kabupaten juga telah dibangun rumah dinas Bupati dan Pendopo yang selesai bertepatan dengan hari Jum’at Pon tanggal  19 Dzulhijjah 1423 H atau tanggal 21 Pebruari 2003 dan diresmikan secara langsung oleh Menteri Dalam Negeri Bapak Hari Sabarno atas nama Presiden Republik Indonesia Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri pada tanggal 5 April 2003 yang pada saat tersebut beliau berhalangan hadlir. 
Sumber tulisan / Referensi :
Buku Profil, Potensi, Peluang Investasi dan Kebijakan Pembangunan Kabupaten Pekalongan Tahun 2007, 2008, Halaman 5-7; 13-21, Penerbit : Kantor Pengelolaan Data dan Informasi Telematika (KAPEDITEL) Kabupaten Pekalongan, tahun 2008.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di d

asal usul desa desa di Kajen

KAJEN_ Desa Nyamok_ Nama yang aneh, unik untuk sebuah desa. Sering dikira Nyamuk, padahal penulisan dan pengucapan yang benar adalah NYAMOK, menggunakan huruf “o”. Kenapa diberi nama Nyamok? ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut : Di wilayah Pekalongan bagian selatan ada Bupati bernama Luwuk. Beliau mencintai seorang gadis bernama Dewi Sekar Tanjung. Sang Bupati berkenan untuk melamar sang gadis, dalam perjalanannya Bupati Luwuk melihat hamparan semak-semak yang sangat luas. Dalam bahasa Jawa dikatakan’  nyamut-nyamut’,  setelah didekati ternyata di semak-semak tersebut banyak didapati pohon  “Keyam”  akhirnya tempat tersebut diberi nama “Nyamok”. Kajen_ Dahulu ada dua adipati yaitu :Adipati Wirokusumo bertempat tinggal di Penjarakan ( sekarang Domiyang, Paningggaran ) dan Adipati Wirodanu yang bertempat tinggal di Luwuk ( Pekiringanalit, Kajen ). Kedua hidup rukun meski hidup berjauhan. Dikisahkan, suatu ketika kedua adipati jalan-jalan ke de

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan pengertian arti kata   dari masing-masing  dukuh/dusu