SEBUAH tugu kecil berbentuk mirip bus surat tampak menjorok pada trotoar lapangan jetayu Kota Pekalongan.
Bagi pengendara dari arah Museum Batik Nasional atau dari Jembatan Loji yang hendak menuju kantor pos Pekalongan, bisa membaca tulisan mylpaal yang dipahat pada bagian atas yang didominasi warna hijau tersebut.
Namun, keberadaan bangunan itu kurang begitu diperhatikan dan cenderung terabaikan. Hal itu terlihat dari kondisinya saat ini. Selebaran lusuh dan tak lagi utuh, tertempel pada sisi-sisinya.
Belum lagi aksi vandalisme yang memenuhi semua sisi bangunan. Ini mengindikasikan bangunan itu dinilai tidak penting, padahal menyimpan nilai sejarah yang tinggi.
Dalam sebuah tulisan “Arsitektur Heritage diKelurahan Sugihwaras-Kampung Arab Pekalongan, mau Dikemanakan?” yang ditampilkan www.askarlo.org, Astuti Soekardi menjelaskan, tugu mylpaal itu menandai Kota Pekalongan sebagai poros pulau jawa, bahkan disebut poros Indonesia.
Mylpaal berarti nol, yaitu petunjuk awal jauh- dekatnya jarak jalan.Menurut Astuti dalam tulisan tersebut tugu mylpaal dibangun sebagai tonggak awal pembuatan jalan Daendels, yakni jalur pantura sepanjang 1.100 kilometer yang digagas H.W Daendels pada tahun 1808. Jalan tersebut memanjang dari
Anyer-Tangerang-Jakarta-Bo gor-Bandung-Cirebon-Tegal- Pekalongan-Kendal-Semarang -Pati-Tuban-Gresik-Surabay a-Pasuruan-Probolinggo-Bes uki-Panarukan.
Kota Pekalongan sebagi poros jawa, misalnya dapat dilihat dari jarak tempuhnya dari beberapa kota. Kota Pekalongan berjarak kurang lebih 400kilometer dari Jakarta dan 420 kilometer dari Surabaya. Untuk menuju ke Kota Pekalongan dapat ditempuh melalui jalan darat, kereta api cepat lima jam perjalanan dari jakarta, atau tujuh jam menggunakan bus. Begitu juga waktu tempuhn dari Surabaya. Menggunakan kereta api cepat, dibutuhkan waktu sekitar lima jam.
Terkait hal ini, Ketua Dewan Kesenian Kota Pekalogan Aan Jindal mengatakan, pendapat tentang Kota Pekalongan sebagai poros tengah pulau jawa atau poros tengah Indonesia barangkali ada benarnya. Menurutnya, hal tersebut dapat ditilik dari sejarah Kota Pekalongan pada zaman penduduk Belanda.
“Dikawasan Jetayu ada gudang gula, GOR Jetayu. Juga jembatan loji yang dulunya merupakan sebuah dermaga. Ini menunjukan kalau kawasan tersebut dulunya merupakan pusat perdagangan,” terangnya
Begitu juga jika dilihat dari bangunan-bangunan yang ada disekirat kawasan Jetayu. Keberadaan gedung eks rumah dinas pembantu gubernur dan Museum Batik Nasional yang dulunya merupakan kantor keuangan milik Belanda sebelum dijadikan sebagai kantor walikotamadya, kata Alan, meneguhkan argumen bahwa kawasan tersebut memang sebagai pusat atau poros.
Daya Tarik Wisata
Jika memang tugu mylpaal tersebut menandakan poros tengah jawa atau poros tengah indonesia, menurut Alan, hal tersebut akan menjadi salah satu daya tarik wisata yang memiliki nilai historis tinggi.
“Kawasan Jetayu bisa dikemas sebagai destinasi wisata tempo dulu, untuk diperkenalkan ke dunia internasional sebagai kota pustaka,” tambahnya.
Walikota M.Basyir Ahmad mengatakan segera menelusuri kemungkinan Kota Pekalongan sebagai poros tengah pulau jawa dan poros tengah Indonesia.
“Kami tidak ngeh kalau ada tugu itu. Akan kami pelajari dulu jika tugu itu merupakan penanda poros tengah pulau jawa atau poros tengah indonesia. Basisnya apa? Tahun ini akan kami buat studinya.” paparnya.
Menurutnya, jika bangunan tersebut memang menandakan poros tengah Pulau Jawa dan poros tengah indonesia, Pemkot Pekalongan akan menjadikannya sebagai monumen seperti halnya tugu kilometer nol di Sabang, Pulau Weh.
“Ini merupakan peluang pariwisata. Kalau memang benar, akan kami munculkan tugu besar seperti tugu kilometer nol diSabang. Sehingga nanti wisatawan tidak hanya datang ke Sabang, tetapi juga akan datang ke Kota Pekalongan,” sambungnya.
Kemungkinan Pekalongan sebagaitengah-tengahnya Pulau Jawa, juga dapat diketahui dengan dipilihnya Stasiun KA Pekalongan menjadi tempat pergantian kru kereta Argo Bromo Jurusan Jakarta Surabaya.
Kerata api cepat itu diresmikan pertama kali perjalananya oleh Presiden RI pada tanggal 31 juli 1995 menandai Hari Teknologi Nasional 12 Agustus 1995. Kereta api ini menempuh perjalanan sejauh 725 km selama 9 jam.
Karena Pekalongan termasuk tengah tengahnya perjalanan Jakarta Surabaya, maka Stasiun Pekalongan menjadi tempat pergantian kru KA Argo Jakarta Surabaya. Jarak tempuh perjalanan dari Jakarta hinggga Pekalongan atau dari Surabaya Pekalongan memerlukan waktu yang sama, yakni 4,5 jam pada waktu itu.
Namun, kini KA Argo Bromo yang digantikan dengan KA Argo Bromo Anggrek itu mulai akhir tahun 2011, lagi berhenti diPekalongan. Beberapa pejabat, Pengurus Kadin diPekalongan dan sekitarnya menyayangkannya. Padahal jumlah penumpang dari Pekalongan cukup memadahi.
Bagi pengendara dari arah Museum Batik Nasional atau dari Jembatan Loji yang hendak menuju kantor pos Pekalongan, bisa membaca tulisan mylpaal yang dipahat pada bagian atas yang didominasi warna hijau tersebut.
Namun, keberadaan bangunan itu kurang begitu diperhatikan dan cenderung terabaikan. Hal itu terlihat dari kondisinya saat ini. Selebaran lusuh dan tak lagi utuh, tertempel pada sisi-sisinya.
Belum lagi aksi vandalisme yang memenuhi semua sisi bangunan. Ini mengindikasikan bangunan itu dinilai tidak penting, padahal menyimpan nilai sejarah yang tinggi.
Dalam sebuah tulisan “Arsitektur Heritage diKelurahan Sugihwaras-Kampung Arab Pekalongan, mau Dikemanakan?” yang ditampilkan www.askarlo.org, Astuti Soekardi menjelaskan, tugu mylpaal itu menandai Kota Pekalongan sebagai poros pulau jawa, bahkan disebut poros Indonesia.
Mylpaal berarti nol, yaitu petunjuk awal jauh- dekatnya jarak jalan.Menurut Astuti dalam tulisan tersebut tugu mylpaal dibangun sebagai tonggak awal pembuatan jalan Daendels, yakni jalur pantura sepanjang 1.100 kilometer yang digagas H.W Daendels pada tahun 1808. Jalan tersebut memanjang dari
Anyer-Tangerang-Jakarta-Bo
Kota Pekalongan sebagi poros jawa, misalnya dapat dilihat dari jarak tempuhnya dari beberapa kota. Kota Pekalongan berjarak kurang lebih 400kilometer dari Jakarta dan 420 kilometer dari Surabaya. Untuk menuju ke Kota Pekalongan dapat ditempuh melalui jalan darat, kereta api cepat lima jam perjalanan dari jakarta, atau tujuh jam menggunakan bus. Begitu juga waktu tempuhn dari Surabaya. Menggunakan kereta api cepat, dibutuhkan waktu sekitar lima jam.
Terkait hal ini, Ketua Dewan Kesenian Kota Pekalogan Aan Jindal mengatakan, pendapat tentang Kota Pekalongan sebagai poros tengah pulau jawa atau poros tengah Indonesia barangkali ada benarnya. Menurutnya, hal tersebut dapat ditilik dari sejarah Kota Pekalongan pada zaman penduduk Belanda.
“Dikawasan Jetayu ada gudang gula, GOR Jetayu. Juga jembatan loji yang dulunya merupakan sebuah dermaga. Ini menunjukan kalau kawasan tersebut dulunya merupakan pusat perdagangan,” terangnya
Begitu juga jika dilihat dari bangunan-bangunan yang ada disekirat kawasan Jetayu. Keberadaan gedung eks rumah dinas pembantu gubernur dan Museum Batik Nasional yang dulunya merupakan kantor keuangan milik Belanda sebelum dijadikan sebagai kantor walikotamadya, kata Alan, meneguhkan argumen bahwa kawasan tersebut memang sebagai pusat atau poros.
Daya Tarik Wisata
Jika memang tugu mylpaal tersebut menandakan poros tengah jawa atau poros tengah indonesia, menurut Alan, hal tersebut akan menjadi salah satu daya tarik wisata yang memiliki nilai historis tinggi.
“Kawasan Jetayu bisa dikemas sebagai destinasi wisata tempo dulu, untuk diperkenalkan ke dunia internasional sebagai kota pustaka,” tambahnya.
Walikota M.Basyir Ahmad mengatakan segera menelusuri kemungkinan Kota Pekalongan sebagai poros tengah pulau jawa dan poros tengah Indonesia.
“Kami tidak ngeh kalau ada tugu itu. Akan kami pelajari dulu jika tugu itu merupakan penanda poros tengah pulau jawa atau poros tengah indonesia. Basisnya apa? Tahun ini akan kami buat studinya.” paparnya.
Menurutnya, jika bangunan tersebut memang menandakan poros tengah Pulau Jawa dan poros tengah indonesia, Pemkot Pekalongan akan menjadikannya sebagai monumen seperti halnya tugu kilometer nol di Sabang, Pulau Weh.
“Ini merupakan peluang pariwisata. Kalau memang benar, akan kami munculkan tugu besar seperti tugu kilometer nol diSabang. Sehingga nanti wisatawan tidak hanya datang ke Sabang, tetapi juga akan datang ke Kota Pekalongan,” sambungnya.
Kemungkinan Pekalongan sebagaitengah-tengahnya Pulau Jawa, juga dapat diketahui dengan dipilihnya Stasiun KA Pekalongan menjadi tempat pergantian kru kereta Argo Bromo Jurusan Jakarta Surabaya.
Kerata api cepat itu diresmikan pertama kali perjalananya oleh Presiden RI pada tanggal 31 juli 1995 menandai Hari Teknologi Nasional 12 Agustus 1995. Kereta api ini menempuh perjalanan sejauh 725 km selama 9 jam.
Karena Pekalongan termasuk tengah tengahnya perjalanan Jakarta Surabaya, maka Stasiun Pekalongan menjadi tempat pergantian kru KA Argo Jakarta Surabaya. Jarak tempuh perjalanan dari Jakarta hinggga Pekalongan atau dari Surabaya Pekalongan memerlukan waktu yang sama, yakni 4,5 jam pada waktu itu.
Namun, kini KA Argo Bromo yang digantikan dengan KA Argo Bromo Anggrek itu mulai akhir tahun 2011, lagi berhenti diPekalongan. Beberapa pejabat, Pengurus Kadin diPekalongan dan sekitarnya menyayangkannya. Padahal jumlah penumpang dari Pekalongan cukup memadahi.
Komentar
Posting Komentar