SEJARAH STASIUN PEKALONGAN
Pekalongan merupakan kota perdagangan yang memiliki peran cukup besar dalam perekonomian Jawa Tengah. Selain batik, perikanan juga menjadi andalan sebagai komoditas utama wilayah ini dan transportasi menjadi faktor penting untuk mendukung kegiatan tersebut. Hal itu didukung oleh adanya pelabuhan yang dalam babasa Belanda disebut Boom yang merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Jawa Tengah. Selain itu, batik merupakan komoditas perdagangan kota Pekalongan yang perikanan terutama hasil tangkapan terlihat adanya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) terbesar sehingga diperlukan moda transportasi lainnya untuk pendistribusian ke daerah lainnya seperti mobil dan kereta api.
Stasiun Pekalongan pada awalnya dimiliki oleh Semarang - Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) pada tahun 1919. Tampak depan Stasiun Pekalongan didominasi atap pelana, dimana celah antar atap dimaksudkan sebagai lubang aliran udara agar ruang dibawahnya terasa sejuk. Penambahan kanopi sebagai penanda pintu masuk utama, yang membedakan sirkulasi penumpang antara penumpang yang masuk dan pintu penumpang keluar.
Stasiun Pekalongan yang berlokasi di Jalan Gajah Mada, Pekalongan Barat ini merupakan stasiun satu sisi dimana posisi emplasemen berada sejajar dengan bangunan stasiun. Bangunan stasiun ini sendiri dalam perjalanan waktu telah mengalami beberapa kali restorasi dan perubahan, termasuk penambahan bangunan penunjang disebelah barat stasiun yang diperuntukan bagi ruang usaha , toilet dan biro perjalanan serta peninggian lantai pada ruang — ruang tertentu untuk menghindari genangan air akibat laut pasang. Pemugaran dan perbaikan tersebut menunjukkan upaya pelestarian bangunan stasiun sebagai aset dan bagian dari sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Bangunan Stasiun Pekalongan memiliki bentuk dan arsitektur yang sederhana, terdiri dari bangunan utama, bangunan emplasemen dan bangunan penunjang. Bangunan utama berbentuk memanjang dengan struktur rangka kayu membentuk atap pelana bersusun tiga yang menaungi ruang hall, ruang kepala stasiun, tempat penjualan karcis dan ruang tunggu yang semuanya diletakkan secara linier sejajar dengan emplasemen. Bangunan emplasemen berupa kayu dengan konstruksi kuda-kuda yang unik membentuk rangka atap bentang lebar menaungi emplasemen yang terdiri dari peron dan dua jalur sepur. Sedangkan bangunan penunjang berupa rumah kecil beratap pelana yang dulunya gudang penyimpanan hasil bumi sekarang digunakan sebagai ruang pengatur jalur.
Bangunan emplasemen berupa struktur atap bentang lebar yang menaungi peron dan dua jalur sepur. Di depannya adalah bangunan penunjang yang sekarang berfungsi sebagai ruang pengatur jalur. Lantai peron telah mengalami peninggian 60 cm untuk menghindari air pasang yang beberapa tahun terakhir telah mencapai area stasiun.
Bagian dalam emplasemen terasa luas dalam naungan atap lebar baja gelombang dengan konstruksi kuda-kuda kayu yang berbentuk unik sekaligus menjadi elemen estetika pemberi suasana ruangan ini. Peninggian lantai peron sekaligus memberi kemudahan bagi penumpang untuk naik ke dalam kereta api.
Deretan kolom kayu penyangga struktur bangunan utama dengan pondasi umpak batu tinggi yang berfungsi menghindarkan kayu dari kelembaban tanah dan genangan air pasang. Demikian juga fungsi lapisan semen dan kerikil kasar pada dinding bagian bawah. Lubang seperti jendela kecil dahulunya adalah loket, dan jendela - jendela berjalusi saat ini tidak pernah dibuka lagi karena penggunaan pendingin udara pada ruang di dalamnya.
Konstruksi kolom terbuat dari tiga batang kayu yang disatukan dengan baut dan plat baja. Penggunaan tiga batang kayu dimaksudkan untuk memaksimalkan daya tahan kolom terhadap beban atap bentang lebar.
Detail konstruksi kuda-kuda kayu berupa perpaduan teknis batang-batang kayu yang saling bersilangan sekaligus menjadi elemen estetika.
Komentar
Posting Komentar