Langsung ke konten utama

Lebakbarang dan eksistensinya

                                       


Pengertian 
Nama Lebakbarang menurut Ki Kertijaya dan Ki Gede, Lebakbarang artinya sebuah lembah yang banyak tersimpan barang-barang berharga berupa senjata dan barang-barang berharga pada jaman Mataram. (Menurut Penelitian PT Sumber Mineral sepanjang aliran sungai mengandung tambang emas)
Disana terdapat makam yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat yang dikenal dengan Puncak Makam Mahameru. Mahameru berasal dari bahasa Jawa (aksara jawa yaitu dari kata Maha : 17 (rakaat) dan mara 20 (sifat wujud Allah). Jadi Mahameru berarti 17 yang menandakan bahwa yang dimakamkan di Puncak Mahameru adalah para Aulia/Wali yang selalu mengamalkan ajaran islam.

Komplek Pemakaman Ki Ageng Mahameru terdiri dari 2 lokasi, yaitu :
  1. Lokasi Bawah / Pohon Beringin
lokasi bawah adalah makam kakak beradik/ saudara kembar, yaitu :
  1. Ki Kertijaya
  2. Ki Anggayana

    Keduanya berasal dari daerah Banjarnegara sebagai Prajurit Pangeran diponegoro pada Jaman Kerajaan Mataram. Ki Kertijaya masuk ke Lebakbarang pada tahun 1824 masehi.
  1. Lokasi Atas (Puncak Mahameru)
Pada lokasi puncak bersemayam Ki Sapto Perling dan Ki Ageng Mahameru berasal dari daerah Jogyakarta yang merupakan menantu dari Ki Kertijaya. Beliau masih memiliki keturunan darah biru dari Mataram sekaligus keturunan dari Majapahit dan juga seorang ulama pada jaman itu yang menjadi panutan dan pimpinan di kawasan Mahameru dan daerah sekitarnya.

LEBAKBARANG SEBAGAI PUSAT PEMERINTAHAN DARURAT
Perjalanan Perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan RI ini menyisakan kenangan heroik yang terpatri dalam sanubari seluruh rakyat dan mutlak untuk ditularkan pada generasi penerus bangsa.
Satu hal yang perlu dicatat adalah saat Agresi Militer Belanda Pertama Tahun 1947 yaitu Pindahnya Pusat Pemerintahan Karesidenan dan Kabupaten Pekalongan ke Lebakbarang. Ketika gema Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 terdengar dimana-mana dan pada bulan Juli 1947 tentara Belanda yang diboncengi NICA dan GHORKA tiba –tiba datang untuk menjajah kembali, sehingga Pemerintah Karesidenan Pekalongan akhirnya menyingkir /mengungsi, dimana daerah yang dipandang aman yaitu Kecamatan Lebakbarang. Selama kurang lebih satu bulan para pejabat berkantor di Lebakbarang tepatnya Kantor Residen dan kantor Bupati menempati Rumah Pesanggrahan milik seorang Belanda (Thomas) sedangkan kantor instansi lainnya menempati rumah penduduk.
Pada suatu pagi buta tanpa diduga tiba-tiba dari arah utara melewati Desa Mendolo dan Desa Kutorembet tentara Belanda menyerang yang mengakibatkan 2 orang pegawai staf Karesidenan Pekalongan gugur. Para pejabat Pemerintah akhirnya menghindar menyelamatkan diri pindah ke desa-desa lain seperti Desa Tembelangunung, Pamutuh, Depok dan Wonosido. Begitu pula pusat pemerintahan menjadi kacau dan berpindah-pindah menuju kearah Dieng, juga ke arah wilayah Wonosobo dan Magelang.

Betapapun sekejap mata memandang keberadaan Kecamatan Lebakbarang memiliki momentum sejarah penting yang tidak dapat dikesampingkan dalam rangkaian perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI yang kita cintai, hingga akhirnya untuk mmengenang sejarah Kecamatan Lebakbarang sebagai Pusat Pemerintahan Darurat Karesidenan dan Kabupaten Pekalongan semasa Class I yang juga sebagai basis pertahanan daerah selatan maka didirikanlah Monumen Perjuangan pada tahun 1962 dengan ukuran kurang lebih 2 m dan terletak di pinggiran Jalan Mahameru depan Mushola Al Ikhlas Lebakbarang. Selanjutnya atas beberapa pertimbangan para bekas pejuang , tokoh masyarakat dan pemerintah pada tahun 2002 Monumen dipindahkan dan direnovasi ke Halaman Rumah Dinas Camat yang saat ini berdiri dengan megahnya.
Kata Pepatah “ Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa para Pahlawannya “

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di d

asal usul desa desa di Kajen

KAJEN_ Desa Nyamok_ Nama yang aneh, unik untuk sebuah desa. Sering dikira Nyamuk, padahal penulisan dan pengucapan yang benar adalah NYAMOK, menggunakan huruf “o”. Kenapa diberi nama Nyamok? ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut : Di wilayah Pekalongan bagian selatan ada Bupati bernama Luwuk. Beliau mencintai seorang gadis bernama Dewi Sekar Tanjung. Sang Bupati berkenan untuk melamar sang gadis, dalam perjalanannya Bupati Luwuk melihat hamparan semak-semak yang sangat luas. Dalam bahasa Jawa dikatakan’  nyamut-nyamut’,  setelah didekati ternyata di semak-semak tersebut banyak didapati pohon  “Keyam”  akhirnya tempat tersebut diberi nama “Nyamok”. Kajen_ Dahulu ada dua adipati yaitu :Adipati Wirokusumo bertempat tinggal di Penjarakan ( sekarang Domiyang, Paningggaran ) dan Adipati Wirodanu yang bertempat tinggal di Luwuk ( Pekiringanalit, Kajen ). Kedua hidup rukun meski hidup berjauhan. Dikisahkan, suatu ketika kedua adipati jalan-jalan ke de

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan pengertian arti kata   dari masing-masing  dukuh/dusu