Langsung ke konten utama

Museum Batik Pekalongan

                       

Museum adalah lembaga yang mempunyai peranan strategis dalam melestarikan dan mengkomunikasikan sumber daya budaya yang sangat beragam. Museum juga mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas masyarakat, antara lain dalam bentuk pembelajaran, pelayanan, informasi dan penyediaan tempat rekreasi yang edukatif.Museum adalah lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa (sesuai dengan PP RI No. 19/1995 dan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI omor KM.33/PL.203/MKP/2004). Hingga saat ini diseluruh wilayah Indonesia terdapat sekitar 268 museum, baik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maupun yang dikelola oleh lembaga swasta maupun perseorangan.Pekalongan adalah sebuat kota yang terletak di pesisir pantai utara Pulau Jawa dengan mata pencaharian sebagai nelayan pada sektor perikanan dan sebagai buruh pada sektor kerajinan khususnya pembatikan.

Pendirian Museum Batik di Kota Pekalongan

Sampai saat ini belum ada catatan resmi sejarah batik, tapi setidaknya sejarah batik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari tiga rangkaian sejarah yang pada dasarnya merupakan jiwa batik Indonesia, yaitu bisa dilihat dari motifnya, dilihat dari asal usul batik itu sendiri dan menelusur secara lebih mendalam mengenai istilah batik.Menurut Konsesus Nasional 12 Maret 1996 batik digolongkan sebagai salah satu karya seni dan dapat dikategorikan menjadi 5 (lima) golongan besar yaitu batik tulis, batik cap, batik kombinasi, batik modern dan batik bordir (Marsam Kardi).Sejak abad XIV-XVI Kota Pekalongan telah dikenal batiknya dan membatik merupakan salah satu pokok penghidupan sebagian besar masyarakat Pekalongan yang menghasilkan beragam corak batik menginginkan berdirinya museum batik sebagai sarana penunjang kota. Tanggal 12 Juli 1972 perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah cq. Kepala Bidang Permuseuman didukung oleh Walikota ke 10 (sepuluh) Drs. R. Soepomo mendirikan Museum Batik di Pekalongan yang terletak di tengah Kota Pekalongan diujung jalan sebelah selatan kawasan Taman Hiburan Rakyat (THR) Gedung Bintang Merdeka yang sekarang dikawasan Pos Penjagaan Polisi (Posis) Jalan Resimen XVII.



( Museum Batik di kawasan Taman Hiburan Rakyat (THR) )

Museum Batik dengan luas 40 m2 dan bangunan yang sangat sederhana memamerkan 60 koleksi batik dengan penataan apa adanya. Antara lain wayang beber dari kain batik yang berusia ratusan tahun serta alat tenun tradisional ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) maupun peralatan untuk proses membuat batik dan dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P & K) Kota Pekalongan. Kondisi Museum Batik yang sangat sederhana berakibat hilangnya beberapa koleksi batik maka pada tahun 1990 Bapak H. Djoko Prawoto (Walikota ke 11) mengambil langkah dengan melakukan pembenahan dengan memindahkan museum batik pada kawasan perkantoran baru Pemerintah Daerah Kota Pekalongan yang beralamat di Jalan Majapahit No. 7A.Untuk melestarikan batik, pemerintah menetapkan sesanti kota yaitu “BATIK” yang mempunyai arti Bersih, Aman, Tertib, Indah dan Komunikatif dengan harapan masyarakat Pekalongan akan selalu mengingat dan melaksanakan sesanti tersebut demi kemajuan Kota Pekalongan.Bangunan museum batik didirikan dengan arsitektur joglo dan penataan yang lebih baik. Luas dan bentuk bangunan tersebut belum mencerminkan sebuah museum batik maka pada tahun 1988 pengelolaannya dialihkan kepada Kantor Pariwisata Kota Pekalongan dengan harapan dapat dikelola dengan lebih profesional.Sejalan dengan perkembangan industri batik yang mengalami pasang surut bahkan sempat mengalami keadaan yang sangat sulit akibat dari goncangan krisis ekonomi, tetapi masyarakat Kota Pekalongan tetap gigih berjuang tanpa menyerah.



( Museum Batik Jalan Majapahit No. 7A )

Pada tahun 2003 kegiatan pembatikan mulai bangkit bergairah dan situasi tersebut ditangkap oleh pelaku pengusaha di Pekalongan dengan membuat Pasar Grosir Batik Setono sebagai pionir dan mampu menjadikan ikon tempat belanja batik yang baik dan murah seperti Pasar Pagi di Jakarta.Masyarakat pencinta Batik Pekalongan membentuk Paguyuban Pencinta Baik Pekalongan (PPBP) yang diketuai oleh Hj. Fatchiyah A Kadir mengadakan gelar Festival Batik diadakan pada tahun 2003 dan 2005 didukung oleh Yayasan Batik Indonesia (YBI) yang diketuai oleh Ny. Yultin Ginanjar Kartasasmita serta tokoh batik lainnya termasuk Iwan Tirta, Paguyuban Berkah Pimpinan Iman Sucipto Umar, Pemerintah Kota Pekalongan, Kadin Indonesia, Kadin Provinsi Jawa Tengah, Kadin Kota Pekalongan, Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI), Politeknik Pusmanu, SMK Negeri I Pekalongan dan Harian Suara Merdeka.Gema Kota Pekalongan sebagai ”Kota Batik” semakin meluas, Walikota Pekalongan yang ke 12 yaitu Drs. H. Samsudiat, MM memberikan dukungan penuh terhadap pembatikan dan mengusulkan agar Pekalongan membatik dunia. Hal ini dapat kita lihat bersama bahwa batik telah digunakan oleh Nelson Mandela, Presiden George Bush dan tokoh dunia lainnya pada event kemanusiaan dan pertemuan di Asia.Dari Seminar Festival Batik dengan tema “Jejak Telusur dan Pengembangan Batik Pekalongan” dihasilkan dan diusulkan antara lain melestarikan nilai sejarah dan budaya yang telah dikembangkan dalam kegiatan usaha batik dengan upaya pendirian Museum Batik bertaraf internasional yang akan dicapai secara bertahap.Sesuai dengan pengertian dan kesepakatan para ahli bahwa : Museum adalah gedung yang melambangkan “modern thinking” dan didirikan setelah “scientific thinking” dimulai yang didesain untuk memberikan informasi, memperluas cakrawala pengetahuan untuk suatu hal yang sifatnya spesifik atau umum.

Sebuah museum:

Sebagai pusat data dan informasi mengenai ruang cakup museum, dalam hal ini Batik.
Sebagai pusat riset dan pengembangan ilmu,pengembangan “design” (Batik), perpustakaan dan sebagai acuan dalam seluruh hal-hal perbatikan.
Untuk mengkoleksi batik klasik, batik lawasan dan batik kontemporer.
Museum Batik yang ada belum memenuhi kriteria museum sesuai dengan standar permuseuman. Maka pihak-pihak yang terkait melakukan tindakan dengan berkoordinasi dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan.Pada tahun 2005 Kota Pekalongan sedang mempersiapkan Pilkada untuk memilih Walikota Pekalongan yang baru, maka keinginan untuk segera mewujudkan berdirinya museum secara profesional terpaksa ditunda sampai terpilihnya Walikota yang baru.Dengan terpilihnya dr. Mohamad Basyir Ahmad dan H. Abu Almafachir sebagai Walikota dan Wakil Walikota Pekalongan pendekatan pun dilakukan kembali. Gayung bersambut Walikota yang baru begitu bersemangat dan sangat antusias untuk segera mewujudkannya. Sebagai salah satu tanggung jawab Pemerintah Kota Pekalongan didukung oleh perorangan, perusahaan, gabungan pengusaha, lembaga pemerintah dan perguruan tinggi membangun suatu museum batik yang bertujuan untuk :

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Memajukan seni dan budaya
Mendukung tumbuhnya industri dan usaha perbatikan “Indonesia Membatik Dunia”
Museum Batik diarahkan sebagai satu-satunya Museum Batik berskala Nasional didirikan oleh Lembaga Museum Batik yang melibatkan :

Pemerintah Kota Pekalongan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Paguyuban Pencinta Batik Pekalongan
Paguyuban Berkah
Pengusaha/Wadah dunia usaha
Lembaga pendidikan dan Lembaga Litbang
Pakar dan Pencinta Batik
Dengan sponsor utama :

Wastaprema
Dewan Kerajinan Nasional
Gabungan Koperasi Batik
Didukung oleh :

Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
Departemen Perindustrian
Departemen Perdagangan
Departemen Pariwisata dan Kebudayaan
Beberapa alasan dipilihnya Kota Pekalongan sebagai tempat berdirinya Museum Batik antara lain :

Sejak tahun 1830 (Abad XVIII) Kota Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian pada kegiatan yang terkait dengan batik.
Lebih dari 70% batik yang beredar di pasar, baik domestik maupun internasional berasal dari Pekalongan. Dalam hal ini para pengrajin batik di Pekalongan sering mendapatkan order yang bersifat makloon dari kota-kota lainnya di Indonesia seperti Yogyakarta, Solo, Bali dan lain – lain.
Setiap malam (per hari) tidak kurang dari 200 bal batik keluar dari Kota Pekalongan untuk didistribusikan / dipasarkan ketempat lainnya. Harga 1 bal batik sekitar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah), jadi tidak kurang Rp 12.000.000.000,- (dua belas milyar) per bulan dengan kata lain perputaran ekonomi di Kota Pekalongan cukup tinggi dan memberi pengaruh terhadap geliat dan pertumbuhan industri batik nasional.
Proses untuk merealisasi berdiri dan siap beroperasinya dengan segera Museum Batik diawali dengan menyelenggarakan pertemuan Forum Bisnis ” Orang Pekalongan” ( OPEK ) yang diadakan pada tanggal 29 Desember 2005 di Hotel Atlet Century – Senayan Jakarta. Dalam kesempatan itu, Adi Sasono selaku Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) menawarkan kepada Bapak Walikota Pekalongan apakah Kota Pekalongan siap untuk diusulkan sebagai lokasi Peringatan Hari Koperasi Tingkat Nasional ke-59 pada bulan Juli 2006, untuk itu akan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia guna membuka acara tersebut. Bapak Walikota menyambut dan menerima tawaran tersebut dan Kota Pekalongan ditetapkan sebagai lokasi Peringatan Hari Koperasi Tingkat Nasional ke-59 Tahun 2006.Pembahasan secara detail dan intensif terus dilakukan. Iman Sucipto Umar selaku Ketua Yayasan Kadin Indonesia mengkonsultasikan kepada Menteri Perindustrian Bapak Fahmi Idris yang mendukung upaya pendirian Museum Batik. Dengan gigih dan bersemangat melakukan konsultasi ke berbagai Kementerian seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta Bappenas untuk mendukung pendanaannya serta Menteri Koordinasi Kesejahteraan Masyarakat hingga pembahasan tentang lembaga pengelola Museum batik yang hasilnya disetujui oleh Kadin indonesia bahwa Lembaga Museum batik berada di bawah Yayasan kadin indonesia.

Akhirnya pada tanggal 23 Mei 2006 dilakukan penandatanganan MoU antara Yayasan Kadin Indonesia dengan Pemerintah Kota Pekalongan. Melalui kajian yang matang, koordinasi yang tiada henti terbentuklah Lembaga Museum Batik dengan melibatkan Pemerintah Kota pekalongan, Yayasan Kadin indonesia, Yayasan Batik Indonesia, Paguyuban Berkah, Yayasan Kadinda Kota Pekalongan, Paguyuban Pecinta Batik Pekalongan serta dukungan dari masyarakat pembatik, bahkan pakar batik Asmoro Damais bersedia menjadi kurator museum. Untuk mewujudkan Museum Batik maka tim merapatkan barisan dan membagi tugas agar dapat terwujud Museum Batik sesuai dengan waktu yang ditentukan yaitu mempersiapkan gedung yang akan dijadikan Museum Batik, mempersiapkan koleksi yang akan dipamerkan, mempersiapkan sarana yang akan digunakan untuk memperagakan pameran dan lembaga pengelola Museum Batik.

A. Persiapan Gedung Museum Batik

Dalam waktu yang relatif singkat, semua bergerak dengan cepat untuk mewujudkan sebuah gedung yang layak sebagai museum batik. Ada dua alternatif pilihan yaitu Gedung Rumah Dinas Bakorwil III Jawa Tengah terletak di jalan Diponegoro no. 1, dengan pertimbangan gedung yang dibangun pada abad 18 itu mempunyai nilai sejarah dengan model arsitektur ”gotik” dan masih 80 % bangunan tersebut utuh interiornya. Gedung tersebut merupakan Rumah Dinas Kepala Bakorwil III Jawa Tengah yang tidak dipergunakan lagi sebagai rumash dinas. Karena asset tersebut milik Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yang memerlukan proses panjang dalam mengurus administrasinya kepada Gubernur. Surat permohonan Walikota Pekalongan yang diajukan kepada Gubernur untuk dapat dipergunakan sebagai lokasi museum batik ternyata ditolak oleh Gubernur, karena pada lokasi tersebut akan dipergunakan menjadi hotel.Sementara waktu yang makin mendesak alternatif kedua bahwa museum batik menempati gedung bekas Kantor Walikota lama yang letaknya di jalan Jetayu no. 1 Pekalongan.

Gedung tersebut mempunyai nilai sejarah dimana merupakan peninggalan VOC Kolonial Belanda atau dahulu dikenal dengan ”City Hall” yang berusia sangat tua. Bahkan ditahun 1906 pada masa pemerintahan VOC telah digunakan sebagai kantor keuangan untuk mengontrol kegiatan tujuh pabrik gula disepanjang Pantura Karesidenan Pekalongan. Disisi lain bangunan tersebut dikelilingi oleh bangunan – bangunan kuno seperti Gedung Rumah Jabatan Bakorlin III, Kantor Pos, Lembaga Pemasyarakatan, Gereja serta Sungai Loji yang semuanya sebagai peninggalan zaman Belanda.

Kantor Balai Kota Madya Pekalongan dahulu digunakan untuk Kantor Badan Perencanaan Pembangunan ( Bappeda ) setelah Kantor Sekretariat yang baru selesai dibangun dan selanjutnya digunakan untuk Kantor Pendapatan Daerah ( Dipenda ) Kota Pekalongan. Yang akhirnya diputuskan bahwa gedung dengan luas 600m2 yang masih menunjukkan keaslian arsitekturnya tersebut direnovasi, ditata secara representatif dan profesional dengan konsep standar museum.

B. Persiapan Koleksi dan Sarana Prasarana Peragaan

Dengan waktu yang terbatas dan melihat lokasi ruang – ruang pamer, maka dibuatlah desain interior yang akan digunakan untuk peragaan pada Museum Batik. Tokoh – tokoh batik dari Pekalongan yang dimotori oleh dr. H.M. Basyir Ahmad bersama – sama dengan Paguyuban Berkah, Yayasan Batik Indonesia, Paguyuban Pecinta Batik serta pakar batik mulai mengumpulkan batik dengan memohon kepada pecinta batik agar bersedia memberikan batik untuk dapat dipamerkan dan dimiliki oleh Museum Batik yang diharapkan dapat mencerminkan koleksi Batik Nusantara dari Sabang sampai Merauke.Dan betapa tersentuhnya hati para kolektor sehingga sampai pada batas yang telah ditentukan telah terkumpul kurang lebih 600 kain batik dimana batik yang tertua adalah kain batik dari Pekalongan dengan usia lebih dari 100 tahun.Dengan suka rela para kolektor berpartisipasi menyumbang koleksi batiknya yang berusia tua dan langka seperti Ibu Minarsih Soedarpo, Grazeila.B.Rapjanidewi, Ghea Panggabean, Nian Djoemena, Syarifah Nawawi, Grizelda A Loemana, RA Soejatoen Damais, Roos Roesmali, Tumbu Ramelan, Maria Moerad, dll serta dari Pekalongan Fatchiyah A Kadir, Afif Sakur, Dudung Alisyahbana, Romi Oktabirawa, Faturachman, Batik SIS, Batik Ratna dan sebagainya, dan tokoh pembatik lainnya.Paguyuban Berkah melalui Iman Sucipto Umar melakukan hal yang sama. Melalui Yayasan Kadin Indonesia , beliau meminta kepada seluruh Kadin Provinsi untuk dapat menyumbangkan koleksi batik dari masing-masing daerah.

C. Peresmian Museum Batik

Setelah melalui berbagai rapat dan diskusi yang dilakukan secara intensif , akhirnya disepakati Museum yang akan didirikan tersebut , akan dikelola oleh suatu Lembaga tersendiri berada dibawah Yayasan Kadin Indonesia. Lembaga tersebut yakni Lembaga Museum Batik sedangkan Museum itu diberi nama Museum Batik.Keberadaan Lembaga Museum Batik selanjutnya diumumkan kepada masyarakat luas pada tanggal 30 Mei 2006 , dengan susunan sebagai pelindung yakni Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Ketua Yayasan Batik Indonesia. Penasehat adalah Menteri Perindustrian , Menteri Perdagangan , Ketua Umum Kadin Indonesia dan Ketua Paguyuban Pecinta Batik Pekalongan. Sedangkan Ketua Lembaga Yayasan Museum diketuai oleh Walikota Pekalongan ( eks Officio ).

Melalui dedikasi dan semangat yang kuat maka dalam waktu kurang dari 3 bulan pendirian museum bisa diselesaikan meski masih perlu diadakan perbaikan. Tepat pada hari Rabu 12 Juli 2006 jam 15.40 WIB Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkenan meresmikan Museum Batik yang didampingi oleh Ibu Negara Ani Yudhoyono bersama rombongan Menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan tamu-tamu negara sahabat serta pecinta maupun pemerhati Batik. Para pengunjung serta Presiden cukup kagum melihat Museum Batik ini.Kedatangan Presiden RI beserta rombongan sangat bersejarah bagi Kota Pekalongan , karena baru pertama kali itulah Presiden Republik Indonesia , sejak masa kemerdekaan hingga sekarang berkunjung ke Kota Pekalongan.Selain untuk ikut merayakan Hari Koperasi ke-59 yang secara nasional yang dipusatkan di Kota pekalongan , sekaligus untuk meresmikan Museum Batik yang telah lama didambakan keberadaanya oleh masyarakat Pekalongan.

Pada tanggal 18 Februari 2011 Ketua Umum Yayasan Kadin Indonesia Iman Sucipto Umar, membubarkan Lembaga Museum Batik, hal tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Pengurus Yayasan Kadin Indonesia No: SKEP/001/YKI/II/2011 tentang Pembubaran Lembaga Museum Batik di Lingkungan Yayasan Kadin Indonesia, SK ini ditandatangani dan ditetapkan di Jakarta. Sementara itu, dalam surat yang ditujukan kepada pelindung, penasehat, para pemimpin dan anggota kepengurusan Lembaga Museum Batik perihal pembubaran Lembaga Museum Batik di lingkungan Yayasan Kadin Indoensia dijelaskan, berdasarkan pertimbangan banyaknya perubahan yang mendasar dari susunan dan komposisi personalia Lembaga Museum Batik, maka diputuskan Lembaga Museum Batik untuk selanjutnya tidak diperlukan lagi.


Disebutkan, beberapa alasan mengenai pembubaran Lembaga Museum Batik tersebut yaitu perubahan-perubahan tersebut antara lain pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, penggantian kepengurusan Kadin Indonesia periode 2010-2015 dan berakhirnya kepengurusan Lembaga Museum Batik periode 2006-2011. Dalam surat yang ditandatangani Iman Sucipto Umar tertanggal 18 Februari 2011 juga dijelaskan, pembubaran Lembaga Museum Batik terkait dengan rencana pendirian Museum Batik tingkat nasional di bekas Gedung Karesidenan Pekalongan. Kemudian pada tanggal 11 Juli 2011 Pemerintah Kota Pekalongan mengambil alih Museum Batik Pekalongan ke dalam jajaran di lingkungan Pemkot Pekalongan, hal ini dengan di buatnya Peraturan Walikota Pekalongan No. 26 Tahun 2011 tentang pembentukan UPTD lembaga Museum Batik. Museum Batik saat ini berada dalam lingkungan Pemkot Pekalongan di bawah naungan Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan yaitu UPTD Museum Batik Pekalongan.


VISI, MISI DAN TUJUAN

Setelah diresmikannya Museum Batik oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 12 Juli 2006 maka ditetapkan visi dan misi Museum Batik sebagai berikut :

VISI :
Terwujudnya Museum Batik di Kota Pekalongan sebagai wadah untuk menggali, melestarikan dan mengembangkan batik sebagai warisan budaya bangsa Indonesia serta pusat informasi yang perlu dikembangkan, dibina dan dipelihara keberadaannya.

MISI :

Mendorong masyarakat Indonesia untuk peduli terhadap keberadaan Museum Batik di kota Pekalongan sebagai wujud turut serta dalam pelestarian budaya Indonesia.
Mendorong minat pengusaha / perajin batik untuk terus menggali dan melestarikan motif lama dan menciptakan motif baru.
Melakukan kegiatan dokumentasi, penelitian dan penyajian informasi serta mengkomunikasikannya kepada masyarakat agar dapat dimanfaatkan sepenuhnya bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Memperluas lapangan kerja dan pemasaran.
TUJUAN :

Terwujudnya Museum Batik di kota Pekalongan menjadi tempat pelestarian batik sebagai warisan budaya Indonesia.
Terwujudnya Museum Batik sebagai tempat tujuan wisata.
Terwujudnya tampilan pameran batik yang informatif dan edukatif
Terwujudnya informasi batik yang dapat diakses oleh masyarakat.
Terwujudnya minat masyarakat terhadap budaya batik Indonesia.
Terbentuknya hubungan kerjasama dalam lingkungan internasional

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di d

asal usul desa desa di Kajen

KAJEN_ Desa Nyamok_ Nama yang aneh, unik untuk sebuah desa. Sering dikira Nyamuk, padahal penulisan dan pengucapan yang benar adalah NYAMOK, menggunakan huruf “o”. Kenapa diberi nama Nyamok? ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut : Di wilayah Pekalongan bagian selatan ada Bupati bernama Luwuk. Beliau mencintai seorang gadis bernama Dewi Sekar Tanjung. Sang Bupati berkenan untuk melamar sang gadis, dalam perjalanannya Bupati Luwuk melihat hamparan semak-semak yang sangat luas. Dalam bahasa Jawa dikatakan’  nyamut-nyamut’,  setelah didekati ternyata di semak-semak tersebut banyak didapati pohon  “Keyam”  akhirnya tempat tersebut diberi nama “Nyamok”. Kajen_ Dahulu ada dua adipati yaitu :Adipati Wirokusumo bertempat tinggal di Penjarakan ( sekarang Domiyang, Paningggaran ) dan Adipati Wirodanu yang bertempat tinggal di Luwuk ( Pekiringanalit, Kajen ). Kedua hidup rukun meski hidup berjauhan. Dikisahkan, suatu ketika kedua adipati jalan-jalan ke de

Sekilas tentang Wiradesa

SEKILAS TENTANG WIRADESA Wiradesa adalah nama lain dari Desa Ketandan nama wiradesa diambil dari "wira" yang artinya Prajurit dan "Desa" adalah desa. Dahu sebelum dinamakan wiradesa desa ini namanya Ketandan atau Ki-tando nama seorang "tetua" penghuni desa. Dan, diperkirakan setelah desa ini dipakai untuk menampung para prajurit Bahureksa yang hendak diberangkatkan menyerang Batavia banyak yang m enyebut perkampungan Prajurit atau Wiradesa desa di kecamatan Wiradesa, Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia. Di Kecamatan ini banyak pengrajin batik yang dilakukan secara tradisional, baik batik tulis, batik lukis,batik abstrak, batik cap dll. Batik yang terkenal sampai kawasan asia dan timurtengah pun di produksi disini salah satunya yang paling terkenal adalah INDOLOGO BATIK yang terletak di belakang gedung Kopindo yang pemasaranya sampai di Thailand, Singapore , Malaysia hingga ke Arab saudi. Pada jaman dahulu di kelurahan Bener kecamatan Wiradesa ada koperas