Langsung ke konten utama

Sejarah SMA 1 Wiradesa


                                           
SEJARAH SMA NEGERI 1 WIRADESA
Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan memutuskan untuk mendirikan SMA pada tahun 1978. SMA ini kemudian dinamai dengan SMA Wiradesa. Selama berdiri 21 tahun berdiri, sekolah ini berlittle Sekolah Menengah Atas (SMA), namun 3 tahun kemudian beralih menjadi Sekolah Menengah Umum (SMU), hingga menjadi lagi SMA sampai sekarang.

   Sekolah ini juga dikenal dengan sebutan Spatra ini alias sekolah di Jalan Pattimura oleh Bapak Iskandar Kusumadipura pada tahun 1978-1980. Setelah itu, dipimpin oleh Bapak Drs. Suyatna yang menjabat selama 8 tahun (1980-1988), Pak Suyatna ini dikenal sebagai kepala sekolah paling disiplin sehingga pada masa itu sekolah SMA ini menjadi terunggul di Kabupaten Pekalongan. SMA 1 Wiradesa sekarang memiliki 27 kelas masing masing kelas terdiri dari 36 siswa.

    Sekolah ini memiliki luas wilayah 1 hektare 120 meter. Di SMA ini memiliki banyak ekstrakulikuler yang terdiri dari : Volley, Basket, Pramuka, PMR, Karate, dan masih banyak lagi yang lainnya.


No
Nama Kepala Sekolah
Tahun Kepemimpinan
1
Bapak Iskandar Kusumadipura
1978-1980
2
Bapak Drs. Suyatna
1980-1988
3
Bapak A.K Budiasto, BA
1988-1990
4
Bapak Soentari, BA
1990-1993
5
Bapak Ambarno, BA
1993-1996
6
Bapak Drs. Abu Kholid
1997-1999
7
Bapak Drs. Rusdi
1999-2003
8
Bapak Drs. Sutarman
2003-2004
9
Bapak Sutjipto, S.Pd
2005-2008
10
Ibu Sunarni
2008-2010
11
Bapak Drs. Didik Pujiyuwono
2011-sekarang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di d

asal usul desa desa di Kajen

KAJEN_ Desa Nyamok_ Nama yang aneh, unik untuk sebuah desa. Sering dikira Nyamuk, padahal penulisan dan pengucapan yang benar adalah NYAMOK, menggunakan huruf “o”. Kenapa diberi nama Nyamok? ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut : Di wilayah Pekalongan bagian selatan ada Bupati bernama Luwuk. Beliau mencintai seorang gadis bernama Dewi Sekar Tanjung. Sang Bupati berkenan untuk melamar sang gadis, dalam perjalanannya Bupati Luwuk melihat hamparan semak-semak yang sangat luas. Dalam bahasa Jawa dikatakan’  nyamut-nyamut’,  setelah didekati ternyata di semak-semak tersebut banyak didapati pohon  “Keyam”  akhirnya tempat tersebut diberi nama “Nyamok”. Kajen_ Dahulu ada dua adipati yaitu :Adipati Wirokusumo bertempat tinggal di Penjarakan ( sekarang Domiyang, Paningggaran ) dan Adipati Wirodanu yang bertempat tinggal di Luwuk ( Pekiringanalit, Kajen ). Kedua hidup rukun meski hidup berjauhan. Dikisahkan, suatu ketika kedua adipati jalan-jalan ke de

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan pengertian arti kata   dari masing-masing  dukuh/dusu