Sejarah Lokal Paninggaran
1. Letak Geografis dan Latar Belakang Sosial Keagamaan
- Letak Geografis
Desa Tenogo terletak di sebelah selatan ibu kota Kabupaten Pekalongan tepatnya 20 Kilometer dari kota Kajen. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Linggoasri Kecamatan Kajen, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Paninggaran yang berjarak sekitar 5 km .
- Aspek Sosial Keagamaan
Kecamatan Paninggaran sebagaimana Pekalongan pada umumnya sangat terkenal dengan kehidupan santrinya, akan tetapi tidak demikian dengan Desa Tenogo. Meskipun Desa Tenogo terletak di Kecamatan Paninggaran mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Pada saat Islam masuk dan berkembang di Kecamatan Paninggaran, Desa Tenogo belum mengenal ajaran Islam secara penuh. Desa Tenogo pada saat ini termasuk wilayah daerah “ Abangan “ atau lebih dikenal dengan “ Islam Abangan “. Islam abangan adalah ajaran Islam yang masih sangat terpengaruh oleh kebudayaan Hindu Buddha. Dalam Islam abangan masyarakat lebih banyak melaksanakan adat atau budaya setempat daripada Islam atau pun masih bercampur aduknya ajaran Islam dengan adat istiadat setempat. Hal ini dapat dilihat dari praktik-praktik keagamaan yang dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu. Ditinjau dari aspek geografis, pengaruh ini mungkin karena kedekatan Desa Tenogo dengan Linggoasri yang mayoritas memeluk agama Hindu. Penyebutan sebagai daerah abangan juga didasarkan pada masyarakat Desa Tenogo yang belum menjalankan ajaran Islam sebagai mana mestinya. Agama Islam pada dasarnya sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat, namun hanya sebatas pengakuan saja belum mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tokoh-tokoh Penyebar Agama Islam
a. Bapak Turmudli ( 1982 – 1985 )
Bapak Turmudli merupakan seorang guru Agama Islam yang ditempatkan di SD Tenogo 01. Bapak Turmudli berasal dari Desa Winduaji Kecamatan Paninggaran. Beliau bertugas selama 4 tahun dari tahun 1982 sampai 1985. Bapak Turmudli inilah yang merupakan pelopor dari perkembangan Islam di Desa Tenogo.
b. Bapak Kasbani ( 1985 – 1987 )
Setelah Bapak Turmudli dimutasikan ke daerah lain masyarakat Desa Tenogo mengundang ustadz dari Desa Domiyang yang bernama Bapak Kasbani. Beliau mengajar ilmu agama Islam. Beliau mengajarkan Islam di Desa Tenogo kurang lebih selama 2 tahun.
- Bapak Suwarno ( 1987 – 1991 )
Setelah Bapak suwarno tidak mengajar lagi, dilajutkan oleh bapak Suwarno. Beliau mengajar dari tahun 1987 sampai 1991.
- Bapak Joko Susilo ( 1992 – sekarang )
Perjuangan penyebaran ajaran Islam dilanjutkan oleh Bapak JokoSusilo. Dengan sedikit modal ilmu agama Islam yang diperoleh dari kyai Kampung beliau melanjutkan syiar Islam yang telah dirintis oleh para pendahulu-pendahulu nya. Beliau adalah orang terakhir yang memperjuangkan syiar Islam sampai sekarang. Dalam perjuangannya Beliau didampingi oleh pendahulunya yaitu Bapak Suwarno. Mereka berdua sama-sama berasal dari Desa Lambanggelun Kecamatan Paninggaran. Bapak Joko Susilo sekarang menetap di Desa Tenogo dan telah mempunyai seorang isteri dari Desa Tenogo. Hal ini berbeda dengan para pejuang terdahulunya yang tidak berasal dari Desa Tenogo.
3. Perkembangan Islam di Desa Tenogo
Setelah perjuangan diteruskan oleh Bapak Susilo ternyata Kemajuan Islam di Desa Tenogo mulai menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Semakin hari semakin banyak anak-anak yang belajar tentang agama Islam. Masyarakat mulai ikut serta dalam mensyiarkan agama Islam di desanya. Perkembangan Islam lambat laun semakin pesat dan Bapak Susilo semakin kewalahan menerima masyarakat yang ingin belajar agama Islam kepadanya. Untuk mengatasi masalah ini Bapak Susilo meminta bantuan ustadz-ustadz dari Desa Domiyang dan dari Desa Paninggaran. Ustadz-ustadz tersebut antara lain ustadz Cahyudin dari Desa Domiyang. Ustadz Akhmad Jazi, M. Saikhu Nizar, Luqman Ajrun, Dzikron, Nur Hidayat, dan Ahmad Su’bi di bawah pimpinan ustadz Muzamil Arwani dari Paninggaran.
Pada awalnya Bapak Joko Susilo hanya mengajak masyarakat untuk mendirikan sholat. Pada tahun 1993 Bapak Joko Susilo mulai merintis untuk mendirikan sholat jum’at yang sebelumnya belum pernah dilaksanakan oleh warga masyarakat. Semula sholat Jum’at hanya diikuti oleh 4 orang, namun berkat perjuangan para ustadz, kesadaran masyarakat untuk melaksankan sholat Jum’at semakin baik. Demikian juga dengana pelaksanaan sholat wajib yang semakin rutin dilaksanakan oleh masyarakat.
Pada tahun 2001 tepatnya hari Rabu Pahing tanggal 16 Mei 2001 di Desa Tenogo didirikan Madrasah Diniyah “ Roudlotushshibyan”.
Pada hari Minggu Wage tanggal 30 Rajab 1426 H / 4 September 2005 didirikanlah masjid “ Al-Hidayah “ sebagai sarana ibadah bagi warga masyarakat Dukuh Sitatah bawah yang sebelumnya pelaksanaan ibadah dilaksanakan disebuah Musholla yang sangat kecil.
Puji syukur Alhamdulillah, Perkembangan Islam di Desa Tenogo sekarang sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang dilaklukan oleh masyarakat yang bernuansa Islami seperti Barzanji yang dilakukan secara bergilir dari rumah ke rumah setiap seminggu sekali, mengaji Alqur’an dan sekolah madrasah, pembacaan Yasin dan Tahlil oleh Jamaah Tahlil dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar