Langsung ke konten utama

Kearifan Lokal Masyarakat Desa Lumeneng Paninggaran


 Dhanyang lan sing Bahureksa
 Diceritakan oleh Pak Bahu Slamet, ada sebuah sungai di Lumeneng
yang terlihat tenang, tapi konon di bawah sungai tersebut terdapat sebuah pusara air yang dapat
menenggelamkan orang–orang yang berada di sekitarnya. Banyak orang yang tertarik untuk
menjaring ikan di daerah tersebut karena selain jumlahnya yang cukup banyak, ukurannya juga
cukup besar. Bahkan seringkali masyarakat sekitar yang mencari ikan di sana mendapatkan ikan
sebesar paha orang dewasa. Masyarakat meyakini bahwa barangsiapa menjaring ikan di daerah
tersebut dengan jumlah banyak, tidak lama kemudian orang itu akan meninggal dunia, bisa
karena sakit atau meninggal tanpa sebab. Selain itu, jika ada orang yang sudah tersedot ke
dalamnya tidak akan pernah ditemukan oleh siapa pun, kecuali oleh orang-orang tertentu saja.
Pernah suatu kejadian salah seorang warga menjaring ikan di sungai tersebut dan
mendapatkan hasil yang banyak serta ukurannya cukup besar. Beberapa hari setelah itu, saat
sedang tidur beliau bermimpi didatangi seorang wanita cantik dengan latar belakang sungai
tempatnya menangkap ikan beberapa hari yang lalu. Dalam mimpi tersebut wanita tadi berkata
“Gandheng kowe wis njupuk pitik–pitik sing wis tak openi, saiki aku arep njaluk ijol!”
(Berhubung kamu sudah mengambil ayam–ayam yang sudah saya pelihara sekarang saya
meminta gantinya).
Setelah mendapat mimpi tersebut orang tersebut mendadak sakit hingga tidak bisa
beranjak dari tempat tidur selama berhari–hari. Kemudian beliau bertekad untuk kembali ke
sungai dan meminta maaf kepada sing bahureksa (sosok mistis penunggu suatu tempat tertentu)
sungai tersebut dan berjanji akan mengingatkan orang-orang agar tidak mengambil ikan–ikan di
daerah itu. Ketika ada seorang penduduk yang mencoba melanggar meskipun sudah diingatkan,
beberapa hari kemudian orang tersebut meninggal dunia. Mulai saat itu warga menjadi tidak
berani bermain di tempat tersebut, terlebih mengambil ikan–ikan yang ada.[14]
Dalam sistem keyakinan Agami Jawi mengenal roh–roh, baik nenek-moyang atau kerabat yang
telah meninggal, maupun di luar dari itu, seperti dhanyang, bahureksa, sing ngemong dan
widadari. Dhanyang adalah roh yang menjaga dan mengawasi seluruh masyarakat (yaitu desa,
dukuh atau kampung); bahureksa adalah penjaga tempat–tempat tertentu, seperti bangunan
umum, suatu sumur tua, suatu tempat tertentu di dalam hutan, tikungan sebuah sungai, sebuah
pohon beringin tua, sebuah gua dan sebagainya (ibid: 338-339). Hal-hal seperti inilah yang
secara tidak langsung mengendalikan perilaku suatu masyarakat. Meskipun tidak ada aturan
tertulis tetapi kejadian–kejadian yang pernah terjadi atau hanya sekedar cerita yang
dikatehui dari mana sumbernya, dapat menahan seseorang atau suatu masyarakt dari suatu perilaku buruk.
Arus globalisasi dan modernisasi yang terus berkembang tidak melunturkan kepercayaankepercayaan mistis di desa Lumeneng. Ritual-ritual dan kepercayaan-kepercayaan terhadap
keberadaan makhluk astral yang tak kasat mata masih dipegang erat oleh masyarakat sekitar.
Mereka masih mengkaitkan kehidupan sehari–hari dengan keberadaan roh nenek moyang.
Beberapa ritual yang kerap kali dilaksanakan menjadi salah satu kontrol sosial yang kuat untuk
menjaga masyarakat dari perilaku yang tidak terpuji. Selain itu, ritual-ritual tersebut dapat
membantu mereka mengingat bahwa di dunia ini masih ada yang lebih berkuasa di atas manusia.
Ritual dan kepercayaan tersebut juga mampu membantu menyelaraskan kehidupan
manusia dengan sesama manusia maupun manusia dengan alam. Namun, tidak semua warga
Desa Lumeneng mengerti secara penuh maksud dan tujuan dari pelaksanaan ritual-ritual tersebut.
Mereka hanya mengikuti apa yang sudah ada tanpa mempelajari atau berusaha mengerti apa latar
belakang dan tujuan dari ritual-ritual tersebut diadakan. Akan menjadi lebih baik bila masyarakat
mendapatkan pengertian mengenai apa yang mereka lakukan. Dengan mengetahui apa yang
menjadi dasar dan kegunaannya mereka akan melakukan itu dengan sepenuh hati dan lebih memiliki kesadaran.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya dialek Pekalongan tak berbeda dengan bahasa yang dipergunakan di d

asal usul desa desa di Kajen

KAJEN_ Desa Nyamok_ Nama yang aneh, unik untuk sebuah desa. Sering dikira Nyamuk, padahal penulisan dan pengucapan yang benar adalah NYAMOK, menggunakan huruf “o”. Kenapa diberi nama Nyamok? ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tersebut : Di wilayah Pekalongan bagian selatan ada Bupati bernama Luwuk. Beliau mencintai seorang gadis bernama Dewi Sekar Tanjung. Sang Bupati berkenan untuk melamar sang gadis, dalam perjalanannya Bupati Luwuk melihat hamparan semak-semak yang sangat luas. Dalam bahasa Jawa dikatakan’  nyamut-nyamut’,  setelah didekati ternyata di semak-semak tersebut banyak didapati pohon  “Keyam”  akhirnya tempat tersebut diberi nama “Nyamok”. Kajen_ Dahulu ada dua adipati yaitu :Adipati Wirokusumo bertempat tinggal di Penjarakan ( sekarang Domiyang, Paningggaran ) dan Adipati Wirodanu yang bertempat tinggal di Luwuk ( Pekiringanalit, Kajen ). Kedua hidup rukun meski hidup berjauhan. Dikisahkan, suatu ketika kedua adipati jalan-jalan ke de

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan pengertian arti kata   dari masing-masing  dukuh/dusu