Langsung ke konten utama

Sejarah Pendirian Gereja Kristen Indonesia di Kota Pekalongan


Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jawa Tengah pada umumnya dan GKI Pekalongan pada khususnya, tatkala dilahirkan di bumi Indonesia ini bernama Tiong Hoq Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH) yang berarti Gereja Kristen Tionghoa atau Kie Tok Kauw Hwee (KTKH) yang berarti Gereja Kristen. Dari nama itu tampaklah bahwa yang menjadi anggota GKI semula adalah orang-orang tionghoa yang merindukan untuk memperoleh keselamatan sejati dalam Yesus Kristus yang rupa-rupanya terabaikan dan tidak pernah secara sengaja menjadi sasaran Pekabaran Injil dari badan-badan zending Belanda, Inggris, Jerman maupun Portugis.
Walaupun nama gereja yang dipakai adalah bahasa Tionghoa, tetapi dalam liturgi dan peribadahan tidak pernah memakai bahasa Tionghoa, melainkan bahasa Melayu (sebutan bahasa Indonesia masa itu). Apalagi dalam perkembangannya , banyak suku asli indonesia yang menjadi anggota THKTKH. Dalam kesadarannya sebagai gereja yang hadir dan berpijak di bumi Indonesia, maka dalam persidangan sinode VI di Purwokerto tahun 1956, nama THKTKH diubah menjadi Gereja Kristen Indonesia (GKI).
Sejarah lahirnya GKI Pekalongan bermula dari seorang Tionghoa yang berasal dari Klidang – Batang, bernama Liem He Swan yang merantau ke Jakarta. Dalam perantauannya di Jakarta, dia dan keluarga menerima Kristus Sebagai Juru Selamatnya. Pada suatu saat ketika Liem Tjioe Bing (anak laki-laki dari Liem He Swan) hendak melangsungkan pernikahan dengan seorang gadis dari Pekalongan, ternyata di Pekalongan belum ada Gereja Kristen yang dapat melayani pemberkatan nikahnya. Hal tersebut menyebabkan pernikahannya pada tanggal 25 Oktober 1948 hanya dilangsungkan dirumah dengan mengundang Pdt. Oei Bian Tiong dari THKTKH Cirebon. Peristiwa itu telah mendorong Liem He Swan untuk menulis surat ke THKTKH. Dan ternyata permohonannya mendapat tanggapan yang positif.
Tahun 1949 menanggapi permohonan dari Pekalongan, THKTKH Semarang segera mengadakan pendekatan kepada beberapa orang Tionghoa di Pekalongan antara lain Djie Swie Bing (anggota dari Protestanche Gemeente te Pekalongan), Liem Tjioe Bing (anggota Gereja Tanah Abang Jakarta), Tan Kiam Eng dan Jo Tek Tjay, maka semua pihak sepakat untuk mendirikan THKTKH di Pekalongan. Sebagai tindak lanjut, mereka kemudian menghubungi Pdt. Kaimana dari Majelis Sinode GPIB di Jakarta untuk mengajukan permohonan peminjaman gedung gereja mereka di Pekalongan yang sudah tidak digunakan. Mereka segera mengijinkan THKTKH Pekalongan untuk menggunakan gedung gerejanya yang terletak di Heerenstraat (kini Jalan Merpati), Pekalongan secara cuma-cuma.
Setelah segala sesuatunya dianggap siap, maka pada hari Jumat, 18 Maret 1949 pukul 17.00, secara resmi untuk pertama kalinya diadakan kebaktian di gedung gereja Protestance Gemeente te Pekalongan, Hereenstraat (Jalan Merpati) Pekalongan. Kebaktian dilayani oleh Pdt. Liem Siok Hie dan Guru Injil Tan Kiem Long (Pdt. S. Budipranoto). Maka berdirilah THKTKH Pekalongan sebagai cabang dari THKTKH Semarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Bahasa Jawa Dialek Pekalongan

Bahasa Jawa Pekalongan  atau  Dialek Pekalongan  adalah salah satu dari dialek-dialek  Bahasa Jawa  yang dituturkan di pesisir utara tanah Jawa, yaitu daerah  Jawa Tengah  terutama di  Kota Pekalongan  dan  Kabupaten Pekalongan . Dialek Pekalongan termasuk bahasa "antara" yang dipergunakan antara daerah  Tegal  (bagian barat),  Weleri  (bagian timur), dan daerah  Pegunungan Kendeng  (bagian selatan). Dialek Pekalongan termasuk dialek Bahasa Jawa yang "sederhana" namun "komunikatif". Meskipun ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya, contohnya Tegal, Weleri/Kendal, dan Semarang. Namun oleh orang  Jogya  atau  Solo , dialek itu termasuk kasar dan sulit dimengerti, sementara oleh orang Tegal dianggap termasuk dialek yang sederajat namun juga sulit dimengerti. Pada abad ke-15 hingga abad ke-17, Pekalongan termasuk daerah Kesultanan Mataram. Awalnya di...

Sejarah Desa Rowosari, Ulujami Pemalang

A.      Latar Belakang Masalah Desa Rowosari merupakan sebuah desa yang masuk di wilayah Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, terletak di daerah  pantai utara ( pantura )  wilayah paling timur dari Kabupaten Pemalang ,  berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan  yang dipisahkan oleh aliran sungai Sragi. Keberadaan Rowosari dapat dibuktikan berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Temuan itu berupa punden berundak/candi, kuburan dan batu nisan di dukuh Jagalan (nisan etnis cina). Selain itu bukti arkeologis yang menunjukkan adanya unsur-unsur kebudayaan Islam juga dapat dihubungkan seperti adanya makam/kuburan Among Jiwo di pemakaman  Tenggulun/ Trenggulun , yang juga memiliki misi untuk mengislamkan penduduk setempat. Dewasa ini m asih banyak masyarakat yang belum mengetahui asal-usul tentang Desa Rowosari, baik dari sejarah maupun cerita rakyat, mitos, legenda yang membahas tentang Desa Rowosari, termasuk nama-nama  dan peng...

Sejarah Ponpes Ribatul Muta’allimin (Ribat) di Landungsari Pekalongan

Pondok Pesantren Ribatul Muta’allimin, Landungsari Pekalongan atau yang biasa juga disebut Pondok Grogolan, didirikan oleh almukarrom walmaghfur-lah K.H. Saelan pada tahun 1921 M. Beliau adalah putra dari kiai Muchsin bin Kiai Abdulloh ( Syaih Tholabuddin ) bin Kiai Chasan. Kiai Chasan ini adalah seorang kiai dari Kerajaan Mataram. Semasa muda, KH. Saelan mengaji dan menuntut ilmu kepada Kyai Maliki (Landungsari) dan Habib Hasyim (Pekalongan). Beliau juga nyantri kepada KH. Dimyati, Tremas, Pacitan dan Syaikhona KH.R. Cholil bin Abdul Latif atau biasa disebut Syeikh Cholil Bangkalan (Madura). Setelah berguru kepada kedua ulama besar tersebut, KH. Saelan kemudian mendirikan Pondok Pesantren di Desa Landungsari. Pada mulanya KH. Saelan mendirikan Pondok Pesantren dengan membangun sebuah surau (musholla) kecil yang sederhana dengan atap daun rumbia dan lantainya masih berupa tanah. Di surau itulah KH. Saelan mengajar santri-santrinya dengan sistem pengajian sorogan dan bandungan. Mul...